
16.11.2025

Vilona Christy Sembiring

Keluarga yang Tidak Kuduga
Mazmur 133:1 “Sungguh, alangkah baiknya dan indahnya, apabila saudara-saudara diam bersama dengan rukun!”
Kadang-kadang, Tuhan menempatkan kita di tempat yang sama sekali tidak kita rencanakan. Itulah yang terjadi pada saya ketika tiba-tiba saya diminta untuk bergabung dalam BPH Perki Swiss di tengah periode kepengurusan. Waktu itu, saya tidak punya banyak persiapan. Saya juga tidak begitu kenal dekat dengan para pengurus lainnya. Mereka semua lebih senior, para kakak dan abang dari generasi yang berbeda, sedangkan saya satu-satunya milenial di antara mereka.
Jujur, saya sempat ragu. Sebelum benar-benar masuk, saya sudah sering mendengar banyak cerita, kabar yang menakutkan, komentar yang membuat saya bertanya-tanya apakah saya bisa cocok di antara mereka. Tapi Tuhan rupanya punya rencana lain. Ia tidak membawa saya ke dalam kelompok ini untuk menakut-nakuti saya, tetapi untuk membentuk saya.
Sedikit demi sedikit, semua asumsi dan ketakutan itu hilang. Saya mulai mengenal mereka satu per satu, bukan sebagai “orang-orang penting” dalam organisasi, tapi sebagai saudara seiman yang tulus. Mereka memperlakukan saya seperti adik bungsu di keluarga besar. Mereka menuntun, mengajari, menegur dengan kasih, dan menolong saya tumbuh, bukan hanya dalam pelayanan tapi juga sebagai pribadi.
Tentu saja, dalam perjalanan bersama, tidak selalu semua berjalan mulus. Kadang ada perbedaan pendapat, bahkan diskusi yang terasa panas. Ada saat-saat ketika kata-kata keluar agak tegas, mungkin terdengar keras. Tapi saya belajar bahwa keras bukan berarti kasar. Tidak pernah ada yang melampaui batas kesopanan. Semua tetap tahu cara menjaga sikap, saling menghargai, dan setelah itu, bisa tertawa bersama lagi seperti saudara yang tidak pernah benar-benar berselisih. Di situlah saya melihat kedewasaan mereka, perbedaan tidak memecah, justru memperkaya.
Yang paling saya syukuri adalah bagaimana semua abang dan kakak di BPH ini begitu melindungi dan memperhatikan saya. Mereka tahu bahwa saya “anak baru” yang sebelumnya hanya pengurus biasa lalu tiba-tiba menjadi Wakil Sekretaris Jenderal. Mereka tahu bahwa “adik bontot” ini masih perlu diarahkan, maka mereka dengan sabar menuntun, mengingatkan, bahkan sering bertanya, “Ada yang bisa kami bantu?”
Sebagai anak sulung dalam keluarga saya sendiri, saya tidak pernah merasakan bagaimana rasanya punya banyak kakak. Tapi di sini, saya seperti tiba-tiba mendapat enam kakak baru: yang menasihati, menggoda, menguatkan, dan menyayangi saya apa adanya.
Selama satu setengah tahun ini, saya belajar banyak hal yang tidak pernah saya dapatkan di tempat lain. Saya belajar arti kerja sama, kesabaran, dan kasih dalam perbedaan. Saya belajar bahwa dalam pelayanan, kita tidak perlu selalu sependapat untuk bisa saling mengasihi. Justru di dalam perbedaan itulah kasih Tuhan nyata, ketika kita memilih untuk tetap berjalan bersama, saling menghargai, dan saling menopang.
Salah satu senior di BPH pernah berkata, “Manusia menajamkan manusia.” Waktu itu saya hanya mengangguk, tapi sekarang saya benar-benar mengerti maknanya. Seperti tertulis dalam Amsal 27:17, “Besi menajamkan besi, orang menajamkan sesamanya.”
Melalui setiap pertemuan, diskusi, bahkan perbedaan pendapat, saya ditajamkan. Belajar untuk lebih sabar, lebih terbuka, dan lebih dewasa. Tuhan memakai orang-orang di sekitar saya untuk membentuk saya menjadi pribadi yang lebih kuat dan lebih siap melayani.
Kini, ketika saya melihat kembali perjalanan ini, hati saya penuh dengan rasa syukur. Orang-orang yang dulu saya dengar “katanya begini” dan “katanya begitu,” ternyata adalah orang-orang yang luar biasa, orang-orang yang Tuhan pakai untuk meneguhkan dan menguatkan saya. Mereka bukan sekadar rekan kerja pelayanan; mereka adalah keluarga yang tidak saya duga.
Kepada teman-teman yang akan memulai masa pelayanan baru, mungkin kalian juga punya bayangan atau cerita-cerita yang terdengar menakutkan tentang BPH atau tentang organisasi ini. Saya mau katakan satu hal: jangan biarkan asumsi menghalangi langkahmu. Datanglah dengan hati terbuka. Siapa tahu, seperti saya, kamu juga akan menemukan keluarga baru yang penuh kasih di dalam pelayanan ini.
Sebab Tuhan tidak pernah salah menempatkan kita. Ia tahu siapa yang harus bersama siapa, di musim yang mana, dan untuk alasan apa. Dan ketika kita mau belajar saling memahami dan berjalan bersama, di situlah Mazmur 133:1 menjadi nyata: “Alangkah indahnya hidup bersama dalam kasih dan kerukunan.”
Melalui pengalaman ini, saya belajar bahwa kasih persaudaraan bukan sekadar perasaan hangat, tetapi cermin kasih Kristus sendiri yang menyatukan kita dalam keberagaman. Di dalam tubuh Kristus, setiap perbedaan bisa menjadi alat Tuhan untuk menajamkan kita, menjadikan kita lebih sabar, lebih rendah hati, dan lebih serupa dengan Dia.
Pelayanan bukan hanya soal apa yang kita lakukan, tetapi siapa yang sedang Tuhan bentuk melalui pelayanan itu, dan sering kali jawabannya adalah: kita sendiri.
Terima kasih, BPH Perki Swiss periode ini, untuk setiap tawa, pelajaran, dan kasih yang nyata. Terima kasih sudah menerima saya bukan hanya sebagai rekan kerja, tetapi sebagai adik. Saya tidak akan pernah lupa musim indah ini, musim di mana saya datang dengan ragu, tapi pergi dengan penuh cinta dan rasa syukur kepada Tuhan yang sudah menyatukan kita.
02.11.2025

Marlina Simbolon

Percaya
Yohanes 20: 29
Kata Yesus kepadanya: "Karena engkau telah melihat Aku, maka engkau percaya.
Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya.
Apakah masih ada dari kita sebagai orang Kristen yang masih meragukan keberadaan dan kuasa Tuhan Yesus?
Apakah keraguan ini karena kita belum menjamah-Nya secara fisik?
Atau karena doa dan keinginannya belum dijawab?
Thomas adalah satu diantara 12 murid Yesus yang jujur meragukan kebangkitan Yesus sebelum dirinya melihat dan menyentuh luka-luka ditubuh Yesus.
Pada hari yang kedelapan Yesus menampakkan diri diantara murid-murid-Nya termasuk Thomas dan Ia berdiri ditengah-tengah mereka dan berkata: "Damai sejahtera bagi kamu." Kemudian Ia berkata kepada Thomas untuk mencucukkan luka-luka ditangan dan lambung-Nya dengan jarinya. Dan berkata: " Jangan engkau tidak percaya lagi, melainkan percayalah." Yohanes 20: 25-27.
Keraguan adalah proses mencari kepercayaan dan kepastian iman, bukan hal berdosa. Tuhan Yesus akan setia menuntun dan memberi kesempatan bagi meraka yang masih ragu akan keberadaan-Nya, tapi senantiasa berusaha untuk mencari pertemuan dengan-Nya. Percayalah Dia akan menjawab keraguan dan merubahnya menjadi kepastian iman. Pengalaman Thomas menunjukkan bahwa iman yang sesungguhnya adalah pada saat dia mempunyai perjumpaan dengan Yesus walaupun Dia telah mati dan kembali menampakkan diriNya dihadapan murid-murid-Nya. Perjumpaan pribadi ini yang membuat Thomas menjadi martir yang setia dan meyebarkan Injil sampai ke negara India pada tahun 52 SM. Perjalanan rohaninya meninggalkan jejak dengan adanya makam Thomas yang terletak di bawah altar Gereja Basilika Santo Thomas berlokasi di Santhome, Chennai, India. Lokasi tersebut adalah sebuah tempat suci untuk berziarah.
Yesus ingin kita untuk percaya penuh akan kasih dan kuasa-Nya walaupun tidak dapat melihat dan menjamah-Nya secara fisik. Kepercayaaan kita terhadap Dia akan semakin tumbuh melalui waktu yang manusia jalani bersama Tuhan. Relasi dan iman percaya seseorang kepada Tuhan tidak harus berdasarkan kepada pengalaman fisik melainkan pengalaman iman. Kita hanya harus percaya akan keberadaan-Nya dan kebenaran Injil. Tanpa mencari tahu siapa Dia dan ajaran-ajaran-Nya dalam Injil, sulit bagi kita untuk membangun hubungan intim dengan Tuhan.
Ibrani 11:1 "Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat."
Pada awalnya mungkin tidak selalu mudah untuk membaca Alkitab. Seperti hal-hal lain yang membutuhkan disiplin akan membutuhkan kemauan untuk melawan diri sendiri untuk „ Keluar dari zona nyaman“. Pada saat kita mulai mengenal dan merenungkan firman-firman-Nya, percayalah kita akan mempunyai perjumpaan pribadi secara rohani yang membuat kepercayaan lebih kuat dan mengasihi-Nya lebih lagi dari sebelumnya. Kita akan diberikan kekuatan dan pengharapan yang membuahkan iman percaya kita terhadap Dia.
Mereka yang mengakui-Nya sebagai Juru Selamat akan mempercayakan hidupnya kepada Dia. Kepercayaan akan menumbuhkan iman yang menggerakkan kita untuk hidup sesuai ajaran-ajaran-Nya yang membantu kita untuk menghadapi tantangan atau pergumulan dalam hidup. Menyerahkan seluruh tubuh, jiwa dan roh adalah bukti dari kepercayaan kita kepada Tuhan. Dengan kata lain selalu melibatkan Dia dalam setiap pikran dan rencana, bukan mengandalkan akal pikiran sendiri.
Lingkungan pergaulan dengan teman-teman satu iman akan mempengaruhi pertumbuhan dan menguatkan iman kepercayaan. Kita bisa saling menguatkan dan mendorong dalam setiap obrolan atau kesaksian. Karena kita adalah bersaudara didalam Kristus. Tesalonika 5:11 „ Karena itu nasihatilah seorang akan yang lain dan saling membangunlah kamu seperti yang memang kamu lakukan.“
Iman timbul dari obralan dan kesaksian yang kita dengar melalui komunitas pergaulan disekitar kita dan sangat membantu untuk menguatkan pondasi iman kita yang dibangun di atas batu kuat, bukan pasir yang mudah runtuh.
Last but not least,
Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah. Sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada, dan bahwa Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia. Ibrani 11:6
Salam sejahtera
19.10.2025
_JPG.jpg)
Christiana Streif

Kasih Yang Tak Pernah Berakhir
“Tuhan itu dekat kepada orang yang patah hati, dan Ia menyelamatkan orang-orang yang remuk jiwanya.” Mazmur 34:19
Setiap tanggal 18 Oktober buat kami, adalah hari kelahiran Mama tercinta.
Hari yang dulu dipenuhi tawa, doa bersama, dan kehangatan yang tak tergantikan. Kini, hari itu terasa sunyi. Saya merindukan pelukannya, senyumnya, suara lembutnya yang selalu menenangkan, dan kata-kata bijaknya yang menuntun aku dalam hidup. Rindu ini begitu nyata, bahkan terkadang membuat hati saya terasa hampa.
Namun di tengah kesedihan itu, saya mulai melihat Tuhan bekerja dengan cara yang lembut dan penuh kasih. Saya menyadari bahwa meski Mama tidak lagi hadir secara fisik, kasihnya tetap hidup dalam setiap memori, dalam setiap doa, dalam setiap pelajaran hidup yang ia tinggalkan.
Mama mengajarkan tentang kesabaran, ketulusan, dan iman yang teguh. Dalam setiap tindakan dan perkataannya, saya belajar bagaimana mencintai tanpa pamrih, memaafkan tanpa syarat, dan percaya sepenuhnya pada Tuhan.
Hari hari, , saya merenung, bukan hanya tentang kehilangan, tetapi tentang warisan kasih dan iman yang Mama tinggalkan. Saya mengalami bahwa kesedihan ini adalah bagian dari proses mengenang dan menghargai hidupnya.
Tuhan mengingatkan saya bahwa cinta sejati tidak pernah hilang — ia tetap hidup di hati, memandu langkahku, dan menjadi sumber penghiburan di tengah duka.
Tuhan Yesus sendiri berkata:
“Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati.” Yohanes 11:25
Di hari ulang tahunnya ini, saya mengangkat doa penuh syukur:
“Selamat ulang tahun, Mama. Terima kasih atas semua kasih dan pengorbanan yang telah Engkau berikan. Terima kasih atas doa, nasihat, dan teladan iman-Mu yang membentukku. Meskipun aku tidak bisa memelukmu lagi di dunia ini, aku percaya Engkau kini beristirahat dalam damai di hadapan Tuhan, dalam sukacita yang kekal.”
Saya juga belajar bahwa Tuhan tidak meninggalkan kita sendiri dalam kesedihan. Roh-Nya hadir untuk menenangkan hati yang patah, memberi kekuatan saat air mata menetes, dan mengajarkan bahwa rindu kita bukanlah kesia-siaan. Dalam duka ini, perlahan saya dimampukan untuk memahami pula menyerahkan segala kerinduan dan rasa kehilangan kepada-Nya, dan percaya bahwa suatu hari nanti kita akan dipersatukan kembali dalam kasih-Nya yang kekal.Bahwa kehilangan mama adalah pelajaran tentang iman dan kesabaran.Bahwa air mata ini bukan tanda lemah,tetapi cara Tuhan menenun hati saya dengan kasih-Nya.
Bahwa setiap rindu yang saya angkat ke surga
Adalah doa yang mengikat kami dalam cinta yang tak terputus.
Hari ulang tahun Mama bukan lagi sekadar hari perayaan di dunia, tetapi menjadi pengingat akan kasih yang abadi — kasih yang mengajarkan saya untuk bersyukur, untuk mencintai, dan untuk tetap percaya meski harus berjalan tanpa kehadirannya secara fisik.
Doa:
“Tuhan Yesus yang penuh kasih, terima kasih untuk Mama yang Engkau titipkan dalam hidupku. Terima kasih untuk segala kasih, doa, dan teladan yang ia berikan. Di hari ulang tahunnya ini, saya bersyukur atas hidupnya, meski kami masih merindukannya. Tolong kami, Tuhan, untuk terus hidup dalam iman, kasih, dan sukacita, seperti yang Mama ajarkan.
Tuhan, Engkau sumber penghiburan dan kekuatan,
Dalam duka ini, tuntun kami untuk tetap bersyukur.
Ajar kami memegang warisan kasih Mama,
Untuk mencintai, memaafkan, dan berjalan dalam iman yang teguh.
Biarlah rindu ini menjadi doa,
Biarlah kasih ini menjadi terang yang menuntun langkahku.
Beri aku damai di tengah rindu yang masih ada, dan yakinkan kami yang ditinggalkan, bahwa suatu hari nanti kami akan bertemu kembali di hadapan-Mu.
Amin.
05.10.2025

Alfonco Sinaga

Berjaga-jagalah! Lawanmu Si Iblis Ada Dekat di Sekelilingmu
Setiap ada acara ibadah yang besar, khususnya yang melibatkan banyak orang, melibatkan kepanitiaan, sebutlah seperti perayaan Natal Indonesia Swiss, perayaan Paskah Perki Swiss, acara ucapan syukur ulang tahun spesial sebuah persekutuan doa, atau termasuk Perki sendiri, koq selalu ada masalah yang kadang tidak terduga sama sekali. Saya teringat ibadah ucapan syukur Perki Swiss yang ke-10 pada tahun 2024 silam, tiba-tiba ada kendala dengan pemesanan babi guling untuk dihidangkan kepada para tamu saat makan siang, si pemasok babi guling ini hari H membatalkannya pagi-pagi. Alasannya kedengaran sepele, si tukang panggang babi guling bangun kesiangan, sehingga tidak akan terkejar jam 12 siang seperti yang sudah disepakati sebelumnya.
Saat Panitia mendapat kabar ini, semua tampak panik dan sempat menyita diskusi-diskusi di berbagai pojok ruangan, ada yang bertanya, kenapa bisa seperti ini, koq tidak bertanggung jawab sih, kata yang lainnya. Koq tidak professional sih, celoteh teman yang lain sambil ngedumel. Panitia pun mencoba telepon lagi si pemasok babi guling tersebut, mencoba menanyakan apa ada solusi lain, hasilnya nihil. Mulailah tambah panik semua panitia, bukan apa-apa, menu itu adalah andalan utama alias menu utama makan siang sehabis ibadah ucapan syukur. Tiba-tiba muncul satu ide dari seseorang untuk segera pergi belanja daging sapi ke supermarket, dan kru masak disiapkan untuk memasak daging tersebut dengan bumbu apa adanya, yang penting ada lauk untuk menemani makan siang seluruh jemaat yang hadir.
Sembari tim konsumsi kembali menelepon si pemasok babi guling, untuk menanyakan apa ada solusi lain. Tiba-tiba si pemasok bagi guling tersebut menawarkan babi guling yang ukuran lebih kecil yang sedang dimasak oleh koleganya dari tempat lain. Singkat cerita kedua belah pihak sepakat dan jadilah babi guling dengan ukuran yang lebih kecil disajikan kepada tamu-tamu undangan meskipun terlambat sedikit datangnya.
Yang mau saya kupas di sini adalah betapa masalah yang teknis begini dapat mengalihkan perhatian banyak orang, dan menyita energi serta menimbulkan kepanikan karena perubahan yang tiba-tiba dari pihak luar. Ini salah satu contoh saja. Saya memperhatikan juga pada ibadah-ibadah besar lainnya di lingkungan Perki ataupun di lingkungan masyarakat Kristiani di Swiss, seperti yang saya sebut di atas, yaitu perayaan Natal Masyarakat Indonesia Swiss, perayaaan Paskah Perki Swiss, dan lain-lain, hampir selalu ada kejadian-kejadian aneh yang dapat membuat acara ibadah tersebut seperti ternoda atau terkontaminasi dengan hal-hal yang bersifat duniawi. Dan tidak jarang sampai menimbulkan permusuhan satu pribadi dengan pribadi lainnya, terjadinya kekecewaan, ketersinggungan, sakit hati, bahkan perang dingin antar sesama anak Tuhan di kemudian hari.
Saya melihat fenomena ini membawaku bertanya kepada Tuhan “Mengapa dan untuk apa ini semua terjadi?” Saya melihat yang jadi korban adalah anak-anak Tuhan sendiri, terjadi ketidaksukaan satu dengan yang lain, bahkan terkadang ada yang berkata “saya tidak mau lagi kalau kerja sama dengan dia” (maksudnya merujuk kepada seseorang yang tidak bisa sejalan dengan orang tersebut).
Lalu mengapa ini terjadi? Jawabannya sederhana, karena musuh Tuhan ada banyak di sekeliling kita. Saat kita bekerja terburu-buru, saat kita tidak punya waktu untuk tenang berpikir, saat kita terpaku akan hal-hal penampilan, saat kita sibuk memikirkan perasaan teman-teman, sehingga kita lebih mengutamakan hal-hal yang bersifat duniawi, di situlah iblis menumpang ke dalam pikiran dan tindakan-tindakan kita. Dan bukan hanya itu, iblis juga bisa masuk dari partner kerja kita, seperti yang sudah saya sebutkan di atas, yaitu pemasok bagi guling tersebut, dengan segala dalil yang bersangkutan bangun kesiangan.
Di sinilah kita perlu waspada, dan berhikmat, serta selalu lah siap sedia dengan hal-hal yang tidak terduga, dan berjaga-jagalah akan segala kerjaan si iblis untuk merusak acara ibadah yang sedang kita siapkan. Bukan hanya itu, berjaga-jagalah dalam kehidupan sehari-hari, rumah tangga, pergaulan, pekerjaan, organisasi, dan lain-lain, ketahuilah bila kita konsisten melakukan yang baik, mengikuti perintah Tuhan, justru di sanalah pasukan iblis paling banyak berada di sekeliling kita sambil menunggu pintu masuk untuk mengacaukan kehidupan dan hubungan kita kepada sesama dan kepada Tuhan.
1 Petrus 5:8
"Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya".
Rupanya iblis itu pun milih-milih, dia tidak ngotot mencari orang yang kuat, dia tidak buang-buang energi untuk mempengaruhi orang yang tegas kepadanya, tapi dia mencari orang yang memiliki celah dan kelemahan untuk selanjutnya ditelannya, atau dijadikan menjadi tumpangan untuk melancarkan tujuannya yaitu mengacaukan hubungan sesama manusia dan merusak hubungan manusia dengan Tuhan.
Oleh sebab itu, kita harus selalu waspada, jangan mudah terkecoh dan jangan terjebak dengan segala tipu daya si iblis, terkadang perasaan kita pun harus kita lawan agar kita mampu membedakan mana yang bersumber dari Tuhan mana yang tidak.
Tuhan memberkati, amin.
21.09.2025

Vivien Studler

UCAPAN KITA MENENTUKAN NASIB HIDUP SEKARANG DAN MASA DEPAN KITA
Siapa memelihara mulut dan lidahnya, memelihara diri dari pada kesukaran (Amsal 21:23)
Dalam kehidupan kita sehari-sehari begitu sering dan begitu mudahnya kita membuka mulut kita dan mengucapkan kata-kata yang sebetulnya tidak ada artinya. Kata-kata yang sia-sia dan tidak membangun sama sekali.
Iblis melancarkan terhadap orang percaya melalui telinga, mata dan pikiran kita.
Begitu cepat kita bereaksi saat kita mendengar sesuatu dengan telinga kita, bahkan tanpa kita pikirkan lebih dahulu, tapi kita langusng memaki, menggerutu.
Betapa sering mata kita melihat hal-hal yang tidak menyenangkan dan kemudian dengan cepat kita membuka mulut kita serta berkomentar yang tidak baik.
Betapa sering kita memikirkan hal-hal yang tidak baik yang mungkin terjadi dalam hidup kita dan mulai mengeluh serta mengucapkan hal-hal yang tidak baik?
Di tengah kehidupan yang penuh masalah ini, mengontrol lidah bukanlah hal yang mudah. Mengontrol lidah untuk tidak selalu mengucapkan perkataan-perkataan yang negatif adalah hal yang sulit. Karena itu penting sekali kita mengekang lidah kita dan menjaga setiap perkataan yang keluar dari mulut kita.
Tujuannya supaya kita tidak gagal menikmati janji Tuhan. Karena hal itulah yang diinginkan Iblis pada «lidah sepuluh pengintai», supaya dengan memberikan laporan yang negatif semua orang yang mendengarnya menjadi tawar hati.
"Lidah sepuluh pengintai" memberikan pada laporan negatif dan penuh keraguan yang disampaikan oleh sepuluh dari dua belas pengintai yang diutus Musa ke tanah Kanaan, sesuai dengan Kitab Bilangan pasal 13 dan 14 dalam Alkitab.
Laporan mereka yang mengatakan bahwa bangsa Kanaan terlalu kuat dan mereka akan dibinasakan, membuat bangsa Israel takut, bersungut-sungut, dan kehilangan iman kepada Tuhan. Akibatnya, seluruh generasi Israel yang tidak percaya itu dihukum untuk mengembara di padang gurun selama 40 tahun, sedangkan hanya Yosua dan Kaleb, dua pengintai yang percaya, yang diizinkan masuk ke tanah perjanjian.
Ada banyak orang Kristen hidup dalam kekalahan, yaitu terus-menerus jatuh bangun dalam dosa setiap hari oleh karena mereka tak mampu menahan lidahnya dan terus menggemakan ucapan-ucapan negatif yang menyatakan rasa takut, kuatir, ragu, tak bisa, tidak percaya & mustahil.
Padahal Firman Tuhan jelas menyatakan bahwa "Hidup dan mati dikuasai lidah, siapa suka menggemakannya, akan memakan buahnya (Amsal 18:21).
Setiap kali ujian hidup datang, yang sering dan biasa dilakukan adalah bersungut-sungut dan mengeluh.
Ketika menderita sakit mereka tak berhenti mengeluh rasa sakit yang dialami, mengeluh besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk berobat & terus menguatirkan hasil pemeriksaan dokter, bukan mengucapkan perkataan iman yang membangkitkan semangat bahwa tidak ada perkara yang mustahil bagi Tuhan dan mengamini ayat Firman Tuhan yang berkata: "Dialah yang memikul kelemahan kita & menanggung penyakit kita (Matius 8:17),
dan "Oleh bilur-bilurNya kamu telah sembuh (1 Petrus 2:24b).
Ketika mengalami masalah keuangan kita lupa bahwa Tuhan kita adalah pemilik segalanya, tapi kita terus mengeluh ketidakmampuan dalam hal memenuhi kebutuhan kita.
Inilah yang rasul Paulus katakan: "Allahku akan memenuhi segala keperluan hidupku setiap hari menurut kekayaan dan kemuliaanNya dalam Kristus Yesus (Filipi 4:19).
kita di dunia ini sudah ditentukan jumlahnya.
Lupakah kita akan kisah-kisah ini?
-
Bagaimana Elia dipelihara Tuhan di tepi sungai Kerit (Kitab 1 Raja-Raja 17, 1-6) yang menceritakan bagaimana Tuhan memelihara nabi-Nya di tengah kekeringan yang dahsyat di Israel.
-
Mujizat yang dialami oleh janda Sarfat (Kitab 1 Raja-Raja 17) dimana nabi Elia meminta seorang janda untuk memberikan makanan terakhirnya dari persediaan sedikit tepung dan minyak, yang kemudian secara ajaib tidak pernah habis sampai masa kelaparan berakhir.
-
5 roti dan 2 ikan sanggup mengenyangkan 5000 orang laki-laki, belum termasuk wanita dan anak-anak & masih tersisa 12 bakul (Matius 14, 13-21)
-
Wanita yang menderita pendarahan selama 12 tahun menjadi sembuh seketika, hanya dengan menjamah jumbai jubah Yesus (Markus 5:25-29).
Dalam menghadapi masalah/ujian, apakah kita memperkatakan Firman Tuhan yang mendatangkan berkat, ataukah perkataan negatif yang mendatangkan kesukaran & hukuman Tuhan?
Perkataan yang baik bisa membangun dan menyelamatkan, sementara lidah yang tajam atau penuh dusta dapat menyebabkan kehancuran.
Oleh karena itu, kita sebagai anak-anak Tuhan diajak untuk mengendalikan lidah, mengucapkan kebaikan serta memliakan Tuhan melalui Firman-Nya.
Lidah dapat menjadi penyelamat hidup (berkat): membangun orang lain melalui perkataan yang penuh kasih dan menguatkan, memberi semangat dan menginspirasi.
Dengan lidah kita memberitakan berita sukacita dengan memberitakan keselamatan KRistus, sehingga banyak jiwa diselamatkan.
Dengan lidah kita memperkatakan Firman Tuhan yang dapat menyembuhkan dan memberi harapn.
Lidah juga dapar menjadi perusak hidup (kutuk/celaka): menipu, memfitnah, menyampaikan kebohongan, perkataan yang menimbulkan pertengkaran dan perpecahan, kata-kata yang pedas dan melukai hati. Lidah yang tidak terkendali diibaratkan seperti racun yang mematikan.
Karena itu tanggungjawab kita sebagai anak-anak Tuhan adalah memelihara lidah dan mengontrol kata-kata kita karena kata-kata kita merupakan cerminan hati kita.
Mari kita ingat Firman Tuhan:
Demi Aku yang hidup, demikianlah Firman Tuhan, bahwasanya seperti yang kamu katakan di hadapanKu, demikianlah akan Kulakukan kepadamu (Bilangan 14:28).
Kiranya renungan ini mengingatkan kita kembali bagaiman kita menjaga danmengekang lidah kita dalam kehidupan kita sehari-hari.
Tuhan Yesus memberkati kita semua.
AMIN
07.08.2025

Pendeta Ida Pattinama

Hiduplah Seperti Yesus: Dengan Kesederhanaan dan Kesempatan
Bacaan Hari ini:
Lukas 12:15 "Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu."
Di dunia yang sering kali penuh keserakahan dan sikap sinis, Yesus menghendaki para pengikut-Nya untuk hidup seperti yang Ia teladankan — dengan kesederhanaan dan kesempatan.
Yesus mencontohkan kehidupan yang sangat sederhana. Demikianlah cara Ia hidup dan demikian pula rencana-Nya bagi kita.
Kenyataannya, semakin banyak harta yang dimiliki, semakin besar pula kewajiban untuk merawatnya, membersihkannya, menjaganya, mengasuransikannys, serta memperbaikinya. Semakin banyak yang kita miliki, semakin besar pula hal itu menguasai hidup kita.
Tahukah Anda bahwa seseorang dapat dikuasai oleh apa yang dia miliki? Pikirkanlah begini: bayangkan Anda memiliki sesuatu yang Tuhan minta untuk Anda berikan kepada orang lain. Namun Anda merasa sangat sulit untuk melepaskannya. Pada saat itu, sebenarnya bukan Anda yang memiliki benda tersebut—melainkan benda itu yang memiliki Anda. *Anda dikuasai oleh benda yang Anda miliki.*
Lukas 12:15 menegaskan: "Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu".
Ketika seorang kaya meninggal, orang sering bertanya: "Kira-kira berapa banyak yang ia tinggalkan?" Jawabannya jelas: ia meninggalkan semuanya!
Jadi, tanyakan pada diri Anda, "Jika pada akhirnya tidak bisa dibawa, mengapa harus menimbunnya?"
Sering kali, orang menggunakan waktu, tenaga dan kemampuan mereka hanya untuk memperoleh lebih banyak hal. Mereka membeli rumah yang lebih besar dan mobil mewah yang sesungguhnya tidak mampu mereka bayar, lalu bekerja sampai kelelahan demi melunasinya.
Alkitab menasihatkan kita untuk tidak hidup demikian. Jangan pernah mengorbankan waktu demi harta benda. Waktu jauh lebih berharga daripada uang. Uang bisa dicari kembali, tetapi waktu tidak dapat diciptakan ulang. Waktu kita di dunia ini sudah ditentukan jumlahnya.
Sementara Yesus hidup dengan kesederhanaan, Ia juga hidup dengan penuh kesempatan.
Dalam Matius 19:26, Yesus berkata, "Bagi Allah segala sesuatu mungkin". Dan dalam Markus 9:23, Ia berkata, "Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya"
Seolah-olah Tuhan sedang berkata, "Ketika engkau percaya kepada-Ku, kesempatan hidupmu akan berkembang dengan luar biasa!"
Saya percaya bahwa para pengikut Yesus seharusnya menjadi orang-orang yang paling inovatif dan kreatif di dunia. Mengapa? Karena kita melayani Allah yang berkata bahwa segala sesuatu mungkin. Ketika Anda percaya kepada Allah yang berfirman bahwa semua hal mungkin, cakrawala hidup Anda akan meluas.
Mungkin Anda akan terkejut mendengar ini—salah satu penghalang terbesar dalam hidup bukanlah kegagalan atau kesalahan, melainkan ketidakpercayaan. Tidak memercayai Allah yang menciptakan dan mengasihi Anda.
Ketidakpercayaan membatasi hidup. Sebaliknya, semakin besar iman dan kepercayaan Anda kepada Allah — meski dalam keadaan sulit, semakin nyata Anda akan melihat karya-Nya dalam hidup, keluarga dan pekerjaan Anda. Dan ketika Anda menyaksikan tangan Allah bekerja, iman Anda akan semakin bertumbuh.
Renungkan :
- Apakah Anda dikuasai oleh kepemilikan Anda? Adakah sesuatu yang Anda miliki yang tidak sanggup Anda berikan bila Tuhan memintanya?
- Kapan iman Anda bertumbuh saat melihat Tuhan mengubah kesempatan menjadi kenyataan dalam hidup Anda?
- Dalam aspek kehidupan apa saja Anda masih membatasi Allah karena ketidakpercayaan?
Bacaan Alkitab Setahun :
Mazmur 149-150; I Korintus 16
Hidup dengan kesederhanaan dan kesempatan, sebagaimana diteladankan oleh Yesus, membuka hati Anda pada hal-hal yang paling penting—dan mengundang Anda untuk memercayai Allah dalam setiap langkah.
(Diterjemahkan dari Daily Devotional by Rick Warren)
31.08.2025

Vanessa Tandhika

Mencintai Yesus Lebih Dari Yang Lain
Sanggupkah kita mencintai Yesus lebih dari yg lain? Lebih dari kekayaan kita, lebih dari waktu kita, lebih dari segala kesukaan kita?
Mazmur 49:17-18
“Janganlah takut, apabila seseorang menjadi kaya, apabila kemuliaan keluarganya bertambah, sebab pada waktu matinya semuanya itu tidak akan dibawanya serta, kemuliaanya tidak akan turun mengikuti dia.”
Sebagai manusia, kita cenderung membandingkan pencapaian kita dengan pencapaian sesama kita. Pencapaian seperti kekayaan, status, gelar, nilai, dan sebagainya adalah hal-hal yang dapat diukur, sehingga mudah dijadikan dasar untuk perbandingan. Selain itu, platform media sosial mempertajam fenomena ini dengan menyediakan semacam standar global tentang apa yang dianggap sebagai kesuksesan atau apa yang dianggap cukup dalam memiliki atau menjadi sesuatu. Akibatnya, kita sering merasa tertekan untuk mengumpulkan kekayaan, menunjukkan kemampuan kita, dan terus-menerus merasa harus memiliki dan menginginkan lebih.
Namun, sebagai anak-anak Tuhan, kita didorong untuk melihat melampaui kenikmatan duniawi tersebut—alih-alih mengumpulkan kekayaan di dunia, Yesus mengajarkan kita untuk melakukan perbuatan baik kepada sesama demi mengumpulkan kekayaan di surga. Bahkan, Yesus pernah berkata kepada seorang pemuda yang meminta bimbingan tentang bagaimana memperoleh hidup yang kekal, bahwa ia harus bersedia memberikan semua miliknya kepada orang-orang yang lebih miskin atau kurang beruntung darinya (Matius 19:21).
Mazmur di atas (Mazmur 49:17-18) juga secara implisit menyampaikan betapa pentingnya membedakan antara kepuasan sesaat dan keuntungan jangka panjang. Entah kita merasa senang karena mengejar nilai bagus di sekolah atau universitas, memamerkan pencapaian karier, atau mengoleksi barang-barang bermerek, semua itu hanya dapat memuaskan kita sementara. Tidak ada gunanya membawa semua itu ke dalam kubur, dan yang paling penting, hal-hal tersebut tidak membuat kita kaya di mata Tuhan (Lukas 12:19-21).
Dengan kata lain, tidak ada satu pun dari hal-hal itu yang benar-benar dapat membangun warisan pribadi yang didasarkan pada iman dan kasih kepada Tuhan. Warisan yang mencerminkan ajaran-Nya adalah ketika kita dikenang setelah kematian sebagai seseorang yang dengan setia mengikuti sepuluh perintah Allah, yang berhati baik dan rendah hati, serta yang berusaha membantu orang-orang yang miskin dan yang kurang beruntung.
Namun demikian, sering kali muncul kesulitan lain ketika kita berusaha sebaik mungkin untuk berjalan di jalan Yesus. Ada kecenderungan dalam diri kita sebagai manusia untuk bersikap baik dan membantu hanya ketika ada orang lain yang melihat. Menjadi benar-benar dan sungguh-sungguh berhati baik serta penuh kasih, seperti yang diajarkan Yesus kepada umat manusia, menuntut kita untuk melihat perbuatan baik bukan sebagai pertunjukan bagi orang lain, melainkan sebagai bagian dari gaya hidup dan pola pikir kita sehari-hari. Tuhan sendirilah yang memberikan berkat, dan hanya dari Dialah kita akan menerima balasan yang layak atas segala kebaikan yang kita tebarkan di dunia ini (Efesus 6:6-8).
Saya juga ingin mengingatkan kita pada sebuah pepatah tua 'Saat tangan kanan bersedekah, biarkan tangan kiri tak tahu'. Perbuatan yang baik adalah sejatinya perbuatan baik, kalau yang melakukannya tidak tahu, bahwa itu adalah perbuatan baik. Janganlah sampai kita ingin menukar perbuatan baik kita, baik yang kita tahu maupun yang tidak kita sadari, dengan imbalan dari Tuhan. Ya, Tuhan, hilangkanlah dari hati saya keinginan meminta imbalan apapun dariMu.
Amin.
10.08.2025

Sandy Ekahana

Der Pilger
“This world is not my home, I am just passing through”
Menjadi manusia di dunia ini tidaklah lama. Delapan puluh (80) tahun, kalau badan ini kuat, begitu kata Musa. Artinya, ada 80 kali Natal dalam hidup kita, ada 80 kali ulang tahun untuk kita, 80 kali liburan musim panas, 80 kali merayakan hari ulang tahun Swiss, dan lain-lain. Dari 80 kali kesempatan yang ada, sebenarnya hanya sekitar 18 kali kita lalui dengan penuh bersama orang tua kita sebelum kita akhirnya memutuskan untuk menjadi dewasa dan tidak tinggal bersama-sama lagi (ya tentu kita bisa tetap merayakan bersama hanya saja dengan kondisi yang berbeda). Dari situ, artinya juga ada 18 kali kesempatan yang serupa kita lalui bersama anak kita sendiri. Selain itu, mungkin ada beberapa kali kesempatan kita lalui bersama teman sekolah kita sebelum akhirnya jalan kita berpisah karena satu dan lain hal. Atau sekian masa kita lalui bersama sahabat yang akhirnya tidak berlanjut karena masing-masing sudah berkeluarga. Artinya, waktu di dunia ini sangat singkat, bukan?
Dalam kesementaraan perjalanan kita ini, ada suatu kerinduan kita untuk menetap, berakar, bertumbuh, berbuah, dan mungkin mati di suatu tempat. Kita mungkin menghias kamar kita agar itu sesuai keinginan kita. Kita membeli rumah agar itu tetap menjadi milik kita. Kita memilih untuk selalu bertemu setiap minggu, bulan, dan tahun dengan orang-orang yang sama. Kita bekerja di tempat yang sama sampai pensiun. Kita berjualan barang yang sama dan di tempat yang sama. Di sisi yang lain, kita juga melihat bahwa kita itu bergerak, berpindah, memulai yang baru, dan kembali berpindah. Mungkin kita berpikirnya ini seperti komunitas nomaden yang kerap berpindah-pindah tempat hidupnya. Bukan itu maksud saya karena lagipula komunitas seperti itu sebenarnya memiliki daerah yang mereka sebut sebagai “rumah”, hanya saja hidup mereka berpindah-pindah.
Yang saya maksudkan dengan berpindah dan bergerak itu adalah sebuah perziarahan/pilgrimage/pilgerfahrt. Di saat sudah sepertinya menetap, lalu harus berpindah kembali karena suatu hal. Abraham itu bisa dikatakan sudah mapan dan sukses sebelum akhirnya Terah, ayahnya, mengajak keluarganya keluar dari Ur Kasdim. Mereka sekeluarga dipaksa memulai yang baru lagi sebelum akhirnya Abraham sendiri membawa keluarganya pergi keluar berjalan ke Kanaan karena Tuhan yang perintahkan. Corak kehidupan yang bergerak seperti ini menyebabkan mereka harus hidup di dalam tenda yang bisa dibongkar dan dibawa pergi lalu dipasang lagi. Jika saat itu ada camper-van, mungkin Abraham tinggal dalam mode yang demikian. Perjalanan dan perubahan seperti ini terjadi karena Tuhan yang mencipta kita hendak memimpin sekelompok orang untuk melakukan suatu pekerjaan yang Tuhan tetapkan. Memang sulit. Namun kita bayangkan jika Abraham tidak menuruti panggilan Tuhan tersebut maka semua cerita sampai lahirnya Yesus di Betlehem akan berbeda.
Hidup yang berubah itu tidak menyenangkan karena memang perubahan yang seperti itu bukan dimaksudkan untuk selamanya. Abraham itu dipanggil keluar dan berjalan dengan tujuan salah satunya yaitu tanah perjanjian. Dimana? Di Kanaan. Sudah sampaikah dia disitu? Sudah. Sudah dapatkah dia akan tanah itu? Belum, bahkan untuk menguburkan Sarah, dia perlu beli tanahnya. Dia bergerak karena ada janji Tuhan. Dia percaya akan janji itu sehingga dia bisa rela hendak menyembelih Ishak, anak perjanjian dari Tuhan. Jadi, sebuah perziarahan dapat dilalui asalkan ada tujuannya. Dan dalam hal Abraham dan juga kita tentunya, perziarahan kita lalui karena ada siapa di akhir perjalanan tersebut.
Sekarang, kita lihat kembali kehidupan kita di Swiss ini. Ada banyak cerita yang kita bisa tuliskan tentang mengapa dan bagaimana kita bisa berada di tempat ini. Apakah kita akan menetap disini terus? Akankah kita bergerak keluar? Semua tergantung dari cerita apa yang Tuhan masih simpan untuk kita. Buktinya kita masi bisa hidup sampai saat ini dan membaca artikel ini sampai disini, artinya cerita kita di dunia belum selesai menurut Tuhan. Baik menetap maupun bergerak, akhirnya kita harus berkata kepada Tuhan “disini, aku! Utuslah aku!”. Sebagian mungkin berpikir bahwa “anak-anakku kuliah dan akan bekerja, kemana lagi ya Tuhan akan memimpin aku?”. Yang lain berpikir “aku mendekati usia pensiun, kemana lagi ya Tuhan akan memimpin aku?”. Yang lain berkata “aku sudah selesai masa belajarku, kemana lagi ya Tuhan akan memimpin aku?”. “aku sudah menyelesaikan proyek bisnis besar ini, kemana lagi ya Tuhan akan memimpin aku?”. Silahkan isi sendiri “aku sudah (______), kemana lagi ya Tuhan akan memimpin aku?”. Selamat bergumul.
27 Juli 2025

Deibby Janssens Sahertian

“Duduk dan Mendengarkan: Jalan Tenang di Dunia yang Sibuk”
Lukas 10:38–42
Di sebuah rumah sederhana di Betania, dua saudara perempuan menjadi gambaran kontras dari dua cara merespons kehadiran Yesus. Marta sibuk melayani; Maria duduk di kaki Sang Guru. Bagi banyak dari kita—terutama yang hidup dalam dinamika diaspora yang ada di mana saja kisah ini terdengar akrab. Kita hidup di antara tuntutan pekerjaan, studi, pelayanan, dan urusan keluarga. Dalam semua itu, kita sering merasa seperti Marta: terbagi perhatian, gelisah, dan tertekan oleh berbagai hal yang “harus dilakukan.” Tetapi apa sebenarnya pesan teologis Yesus dalam cerita ini?
1. Kehadiran Kristus Lebih Berarti daripada Aktivitas untuk Kristus
Lukas 10:38–42 bukanlah anti-pelayanan. Marta tidak ditegur karena melayani, tetapi karena cara ia melayani: gelisah dan kuatir, bahkan mulai menyalahkan saudaranya dan Tuhan (ay. 40). Teologi Injil Lukas sangat menekankan kedatangan Kerajaan Allah melalui kehadiran Yesus. Di sini, Yesus hadir sebagai tamu istimewa, namun hanya Maria yang menyambut-Nya dengan sikap seorang murid: duduk, mendengarkan, dan menerima. Ini adalah tindakan iman dan penyembahan sejati.
Dalam tradisi Yahudi, duduk di kaki rabi adalah sikap seorang pelajar yang sepenuhnya memberi diri pada pengajaran gurunya. Dalam konteks itu, Maria tidak “diam saja”—dia justru mendalami sabda, memberi Yesus tempat utama. Di sinilah letak perbedaan mendasar: Marta aktif untuk Kristus; Maria hadir bersama Kristus. Pelayanan Marta bersumber dari kepanikan, Maria bersumber dari kedamaian yang lahir dari hadirat-Nya.
2. Maria Memilih “Bagian Terbaik”: Teologi Pilihan yang Mengubah Hidup.
Yesus berkata: “Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil daripadanya.” (Luk. 10:42). Dalam bahasa Yunani, kata “memilih” (ἐξελέξατο/exeléxato) adalah bentuk intensif—menunjukkan keputusan sadar, sengaja, dan mendalam. Ini adalah keputusan rohani untuk membangun kehidupan dari relasi, bukan prestasi. Maria memilih sabda, bukan sekadar tugas. Ia memilih relasi, bukan reputasi. Ia memilih mendengar, bukan membuktikan.
Bagi jemaat diaspora yang terbiasa hidup dalam tantangan keluarga campur, studi, kerja, integrasi budaya dan sosial, dan komitmen bergereja, pesan ini sangat relevan: bagian terbaik tidak selalu terlihat sibuk, tetapi selalu bersumber dari hadirat Kristus.
3. Dari Marta ke Maria: Proses Pertobatan Pelayanan.
Marta bukan gambaran orang jahat—dia adalah gambaran orang baik yang lelah. Dia adalah kita yang melayani dengan niat murni, tetapi kehilangan sumber kekuatan. Ia ingin menjamu Yesus, tetapi tidak sadar bahwa Yesus justru ingin menjamunya dengan sabda hidup. Inilah krisis pelayanan modern: kita memberi banyak tanpa sempat menerima.
Namun berita Injil adalah bahwa Marta tidak ditolak. Ia ditegur dengan lembut: “Marta, Marta…”—panggilan ganda penuh kasih sayang. Dalam Alkitab, penyebutan ganda sering menyiratkan relasi pribadi yang dalam (misal: Abraham, Abraham – Kej. 22:11). Yesus tidak ingin Marta berhenti melayani, tetapi melayani dari kedalaman persekutuan, bukan dari kekacauan emosi. Ini adalah panggilan untuk berbalik: dari sibuk ke hadir, dari tergesa ke tenang, dari kewajiban ke kasih.
4. Lukas dan Teologi Gender: Maria sebagai Murid di Kaki Sang Guru.
Dalam konteks budaya Yahudi abad pertama, Maria yang duduk di kaki Yesus adalah tindakan radikal. Perempuan biasanya tidak ditempatkan dalam posisi murid. Tetapi Lukas—yang dalam Injilnya sering menampilkan perempuan sebagai tokoh iman (Elisabet, Maria, Hana, dan lainnya)—menunjukkan bahwa Yesus membuka ruang kesetaraan murid. Maria menjadi simbol umat yang terbuka, lapar akan firman, dan bebas dari ikatan sosial yang menghambat relasi dengan Tuhan.
Bagi komunitas diaspora yang multikultural dan lintas gender, ini menjadi panggilan: semua orang diundang duduk di kaki Yesus, tanpa melihat latar belakang, jenis kelamin, status sosial, atau pelayanan. Di kaki-Nya, semua setara, semua dicintai, dan semua dipanggil untuk mendengar.
5. Di Tengah Dunia yang Bising, Yesus Masih Mengundang Kita Duduk.
Dunia kita seperti rumah Marta—penuh suara, tugas, dan tanggung jawab. Tetapi Yesus tetap hadir. Ia tidak berteriak, tetapi mengundang: “Datanglah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat” (Mat. 11:28). Jemaat yang terlibat pelayanan, berkeluarga, studi, dan kerja keras di tanah asing, dengarlah: Yesus tidak butuh keaktifanmu lebih daripada kehadiranmu. Ia ingin kamu pulang dan duduk, bukan membuktikan diri.
Di tengah budaya efisiensi dan performa, Maria mengajarkan jalan kontemplasi dan keintiman. Pelayanan akan datang, tetapi pertama-tama: duduklah. Dengarkan. Diam bersama Yesus. Di situlah kita benar-benar hidup.
Penutup: “Bagian yang Tidak Akan Diambil Darimu”
Ketika dunia berubah—saat visa atau izin tinggal bermasalah, kontrak kerja tidak diperpanjang, studi terlambat selesai dari waktu yang di targetkan, atau peran dalam organisasi berpindah tangan, tantangan dari dalam persekutuan atau gereja, kita sadar betapa rapuhnya hal-hal yang selama ini kita anggap sebagai “bagian hidup” kita. Bahkan orang-orang yang dekat pun bisa menjauh. Kedudukan, reputasi, dan peran bisa lenyap dalam semalam.
Namun ada satu hal yang tidak akan pernah diambil dari kita: persekutuan dengan Kristus yang hidup. Itulah “bagian terbaik” yang dipilih Maria—bukan karier, bukan pencapaian, bukan pelayanan yang tampak sibuk—melainkan hadirat Yesus sendiri. Sebuah relasi yang tidak bergantung pada status atau posisi, tetapi pada kasih yang kekal.
Yesus tidak memuji Maria karena ia lebih rohani dari Marta, melainkan karena Maria tahu apa yang paling dibutuhkan jiwanya di tengah hiruk pikuk dunia: suara Tuhan. Dan suara itu masih berbicara hari ini: mengundangmu untuk duduk, diam, dan mendengarkan.
Jemaat Tuhan, di antara kesibukanmu melayani, belajar, bekerja, dan menyesuaikan diri di tanah perantauan: Duduklah dulu. Diamlah sejenak.
Temukan kembali bahwa yang memberi makna bukanlah seberapa sibuk engkau untuk Tuhan, tetapi seberapa dalam engkau hadir bersama Tuhan.
Temukan bahwa hadirat Kristus bukan hanya sumber kekuatan, melainkan rumah bagi jiwamu.
Karena pada akhirnya, ketika segalanya berubah, hanya satu bagian yang tetap:
Kristus—dan kasih-Nya yang tidak akan pernah meninggalkanmu.
13 Juli 2025

Paulus Tan

70 Tahun L’Abri Swiss: Warisan Pemikiran, Komunitas, dan Harapan
Pada tanggal 5 Juni 1955, di sebuah desa kecil bernama Huémoz-sur-Ollon, Kanton Vaud, Swiss, sepasang suami istri—Francis dan Edith Schaeffer—membuka pintu rumah mereka bagi dunia.
Dengan penuh kerendahan hati, mereka menamai tempat itu “L’Abri”, yang berarti “perlindungan” dalam bahasa Prancis.
Namun, L’Abri bukan sekadar tempat berlindung secara fisik;
ia menjadi rumah bagi siapa saja yang mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan besar tentang iman Kristen, kehidupan, dan makna eksistensi manusia.
Visi yang Melampaui Zaman
Didirikan dengan tujuan menjadi ruang diskusi terbuka tentang iman, filsafat, dan kehidupan, L’Abri menawarkan sesuatu yang langka:
komunitas Kristen yang nyata, di mana kasih, keterbukaan, dan kejujuran intelektual berjalan beriringan.
Di tengah dunia yang terus berubah, L’Abri tetap konsisten menjadi contoh hidup dari kasih dan komunitas Kristen yang otentik.
Tak butuh waktu lama, semangat dan visi L’Abri menyebar ke berbagai penjuru dunia.
Kini, L’Abri telah menjadi jaringan internasional dengan cabang di berbagai negara.
Namun, pusat pertamanya di Swiss tetap menjadi jantung dari gerakan ini—tempat di mana ide, diskusi, dan pencarian makna terus hidup hingga hari ini.
Rumah, Kapel, dan Jejak Reformasi
Hingga saat ini, L’Abri di Huémoz-sur-Ollon masih setia menggunakan tujuh chalet khas pegunungan Swiss untuk menampung para tamu dan menjalankan aktivitas komunitas.
Di tengah desa, berdiri sebuah kapel yang dinamai “Farel House”, sebagai penghormatan kepada William Farel,
tokoh penting Reformasi Protestan di Swiss abad ke-16. Farel dikenal sebagai pejuang gigih yang memperkenalkan ajaran Reformasi ke wilayah berbahasa Prancis, termasuk Geneva dan Neuchâtel. Nama kapel dan rumah di L’Abri menjadi simbol semangat reformasi yang terus menginspirasi pencarian kebenaran dan pembaharuan iman.
Para Pendiri: Francis dan Edith Schaeffer
Francis Schaeffer adalah seorang teolog, filsuf, pendeta Presbiterian, penulis, dan pemikir Kristen evangelikal asal Amerika Serikat.
Ia dikenal luas karena kemampuannya menjembatani iman Kristen dengan dunia filsafat, seni, dan budaya kontemporer.
Edith Schaeffer, istrinya, adalah penulis Kristen yang berpengaruh dan ibu dari empat anak.
Edith juga dikenal karena dedikasinya membangun komunitas yang hangat dan penuh kasih, serta menulis banyak buku yang memperkaya dunia Kekristenan.
Warisan Pemikiran yang Tetap Relevan
Francis Schaeffer meninggalkan banyak karya penting, seperti The God Who Is There, Escape from Reason, How Should We Then Live?, dan A Christian Manifesto.
Buku-buku ini membahas hubungan antara iman Kristen, budaya, seni, serta tantangan etika dan sosial di dunia modern.
Beberapa kutipan terkenal dari Francis Schaeffer yang hingga kini masih relevan antara lain:
"There must be an absolute if there are to be morals, and there must be an absolute if there are to be real values."
"Here is a simple but profound truth: If there are no absolutes by which to judge society, then society is absolute."
"People are unique in the inner life of the mind—what they are in their thought world determines how they act."
Kutipan-kutipan ini menegaskan pentingnya kebenaran mutlak sebagai dasar moralitas dan nilai, serta bagaimana pola pikir seseorang menentukan tindakan dan arah hidupnya.
Relevansi L’Abri di Dunia Modern
Pemikiran Schaeffer dan warisan L’Abri semakin terasa relevan di era ini. Di tengah arus relativisme moral, perdebatan tentang etika teknologi, dan tantangan kebebasan sipil,
masyarakat modern semakin haus akan kejelasan nilai dan makna hidup. L’Abri hadir sebagai tempat di mana pertanyaan-pertanyaan sulit dapat didiskusikan secara terbuka,
tanpa takut dihakimi, dan di mana setiap individu dihargai sebagai pencari kebenaran.
Schaeffer juga mengingatkan bahaya mengejar “personal peace and affluence” (kedamaian pribadi dan kemakmuran) secara berlebihan,
yang dapat membuat manusia rela mengorbankan kebebasan demi kenyamanan.
Ia juga menyoroti ancaman otoritarianisme modern yang seringkali tersembunyi di balik kemajuan teknologi dan kontrol informasi.
Menjadi Pusat Inspirasi dan Pembaharuan
Selama 70 tahun, L’Abri telah menjadi pusat kerohanian, pemikiran kritis, dan komunitas lintas budaya. Tempat ini bukan hanya warisan bagi Swiss, tetapi juga bagi dunia—sebuah pengingat bahwa pencarian makna, kebenaran, dan komunitas sejati adalah kebutuhan universal manusia.
Semoga di usia yang ke-70 ini, L’Abri terus menyalakan obor harapan, membangun generasi baru pencari kebenaran, dan menjadi tempat di mana kasih dan pemikiran kritis bertemu dalam harmoni.
Dirgahayu L’Abri Swiss! Terima kasih atas tujuh dekade pelayanan, inspirasi, dan kasih yang tak pernah padam.
29 Juni 2025

Lusi Niesel

Mengikut Yesus Tanpa Syarat
Lukas 9:51- 62
Saudara-saudariku yang terkasih di dalam Tuhan,
Saya yakin bahwa sering kali dalam kehidupan iman kita, kita berkata kalau kita ingin mengikut Yesus. Seperti yang tertulis dalam syair lagu yang berjudul “Saya mau ikut Yesus” yang dipopulerkan oleh Herlin Pirena.
Tapi pertanyaannya adalah:
-
Bagaimana caranya kita mengikut Dia?
-
Apakah kita mengikut Dia karena kenyamanan? Atau karena berkat? Ataukah karena kita sungguh-sungguh telah menyerahkan hidup kita sepenuhnya kepada Tuhan?
Saya ingin mengajak kita semua saat ini untuk membaca Lukas 9:51-62. Dalam dua perikop ini, diceritakan bahwa Yesus sedang menuju Yerusalem untuk menghadapi penderitaan dan salib. Lalu di tengah perjalanan, Ia bertemu dengan beberapa orang yang ingin mengikut-Nya. Tapi Yesus menanggapi mereka dengan kata-kata yang keras. Mengapa Yesus melakukan itu? Karena Ia tahu bahwa mengikutNya bukanlah keputusan yang ringan. Mengikut Yesus menuntut sebuah komitmen yang mengubah seluruh arah hidup kita.
Lalu komitmen apa saja yang harus kita garis bawahi?
1. Mengikut Yesus Berarti Siap Meninggalkan Kenyamanan
Lukas 9:57-58
57 Ketika Yesus dan murid-murid-Nya melanjutkan perjalanan mereka, berkatalah seorang kepada-Nya di tengah jalan kepada Yesus: "Aku akan mengikut Engkau, ke mana saja Engkau pergi."
58 Yesus berkata kepadanya: "Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya."
-
Dari kedua ayat ini kita melihat antusiasme seorang pengikut yang tampaknya tulus. Namun Yesus langsung menantang pemahaman orang ini tentang apa artinya menjadi murid-Nya.
-
Mengikut Yesus bukan soal kenyamanan atau keamanan hidup. Bahkan Yesus sendiri tidak memiliki tempat yang layak untuk beristirahat.
-
Apakah kita masih bersedia mengikut Yesus saat jalan hidup kita menjadi tidak nyaman?
-
Apakah kita bersedia meninggalkan zona nyaman, pekerjaan, relasi, atau kebiasaan hidup kita, demi ketaatan kepada-Nya?
2. Mengikut Yesus Berarti Mengutamakan Kerajaan Allah di Atas Segalanya
Lukas 9:59-60
59 Lalu Ia berkata kepada seorang lain: "Ikutlah Aku!" Tetapi orang itu berkata: "Izinkanlah aku pergi dahulu menguburkan bapaku."
60 Tetapi Yesus berkata kepadanya: "Biarlah orang mati menguburkan orang mati; tetapi engkau, pergilah dan beritakanlah Kerajaan Allah di mana-mana."
-
Permintaan orang ini terdengar wajar dan hormat, yaitu menguburkan orang tuanya. Namun Yesus menegaskan bahwa panggilan Kerajaan Allah harus menjadi prioritas tertinggi. Ini bukan penolakan terhadap kasih keluarga, tetapi panggilan untuk menaruh Yesus di posisi utama.
-
Apakah ada hal baik dalam hidup kita yang justru menghalangi kita untuk taat kepada panggilan Allah?
-
Apakah kita lebih mementingkan urusan duniawi daripada misi Allah?
3. Mengikut Yesus Berarti Menetapkan Hati dan Tidak Menoleh ke Belakang
Lukas 9:61-62
61 Dan seorang lain lagi berkata: "Aku akan mengikut Engkau, Tuhan, tetapi izinkanlah aku pamitan dahulu dengan keluargaku."
62 Tetapi Yesus berkata: "Setiap orang yang siap untuk membajak tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk Kerajaan Allah."
-
Orang ini ingin menunda, mungkin karena masih ada keterikatan dengan masa lalunya.
-
Sedangkan Yesus meminta totalitas dan komitmen yang tidak terbagi.
-
Seorang petani yang membajak tidak akan berhasil jika terus menoleh ke belakang. Apakah kita masih sering "menoleh ke belakang"? Mungkin pada dosa lama, kehidupan lama, atau keraguan kita?
-
Yesus memanggil kita untuk fokus pada tujuan surgawi, bukan pada hal-hal yang sudah kita tinggalkan.
Ada harga yang harus kita bayar untuk mengikut Yesus tanpa syarat. Dari bacaan kita, kita diingatkan kembali bahwa komitmen untuk mengikut Yesus tidak hanya harus dilakukan oleh mereka yang bertemu Yesus dua ribu tahun yang lalu. Tetapi ini adalah panggilan bagi kita semua hari ini.
Mengikut Yesus bukanlah keputusan ringan. Itu bukan tentang kenyamanan, bukan tentang menunda ketaatan, dan bukan tentang memelihara masa lalu. Mengikut Yesus berarti:
-
Menyerahkan segalanya,
-
Mengutamakan Dia di atas semua,
-
Dan menetapkan hati untuk maju bersama-Nya tanpa menoleh ke belakang.
Yesus tidak mencari pengikut yang setengah hati. Ia mencari murid-murid yang rela membayar harga. Kata-Nya kepada mereka semua: "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku (Lukas 9:23).
Pertanyaan penutup untuk perenungan pribadi:
-
Apakah saya sudah benar-benar mengikuti Yesus tanpa syarat?
-
Apa yang masih saya pegang yang seharusnya saya lepaskan untuk mengikut Dia sepenuhnya?
Mari saudara, kita mohon kepada Tuhan untuk senantiasa mengajar kita untuk mengikut Dia tanpa syarat. Kita mohon kepadaNya untuk memberikan kita keberanian dalam meninggalkan banyak hal yang menghalangi kita pada panggilan-Nya. Biarkan Tuhan dan Roh Kudus bekerja di dalam diri kita sehingga kita menjadi murid-muridNya yang sejati.
AMIN.
15 Juni 2025

Yohanees Hutagalung

Kebenaran Meninggikan Derajat Bangsa
Amsal 14:34
“Kebenaran meninggikan derajat bangsa, tetapi dosa mendatangkan celaka bagi setiap bangsa.”
Hidup dalam Kebenaran: Tugas Kita bagi Bangsa
Saat ini negara kita, Indonesia, sedang menghadapi berbagai tantangan dan masalah besar, mulai dari pelanggaran hukum, korupsi, keserakahan, hingga perusakan lingkungan yang mengancam masa depan generasi mendatang.
Dalam menghadapi situasi ini, Firman Tuhan dari Amsal 14:34 memberikan arahan yang sangat jelas dan relevan: “Kebenaran meninggikan derajat bangsa, tetapi dosa mendatangkan celaka bagi setiap bangsa.”
Ayat ini bukan hanya berlaku untuk para pemimpin atau tokoh masyarakat, tetapi juga untuk kita semua sebagai umat percaya. Kebenaran yang berasal dari Tuhan memiliki kuasa untuk mengangkat, memulihkan, dan memberkati sebuah bangsa. Sebaliknya, dosa, kebohongan, dan ketidaktaatan akan membawa celaka yang menghancurkan dari dalam.
Secara pribadi saya sedikit terganggu dengan ungkapan ‘Korupsi adalah Budaya’. Ungkapan "korupsi adalah budaya" sering terdengar, namun sebagai orang Kristen, kita tahu bahwa budaya bukan alasan untuk membenarkan dosa. Pada ayat Amsal mengingatkan kita bahwa kebenaran, bukan kebiasaan buruk, yang meninggikan suatu bangsa. Ketika korupsi dianggap wajar, itu mencerminkan hati yang sudah tumpul terhadap firman Tuhan. Namun, kita dipanggil untuk hidup berbeda: menjadi terang dan garam di tengah masyarakat yang gelap. Biarlah kita tidak terbiasa dengan dosa, melainkan membudayakan integritas, karena hanya dengan itulah nama Tuhan dimuliakan melalui hidup kita.
Dua Langkah Menuju Hidup dalam Kebenaran
Agar hidup kita sungguh-sungguh menjadi saluran berkat bagi bangsa, ada dua hal penting yang perlu kita lakukan:
1. Belajar Firman Tuhan – Menjadi Orang yang Mengerti Kebenaran
Kebenaran sejati hanya bisa kita temukan di dalam Firman Tuhan. Dalam Yohanes 17:17, Yesus berkata, “Kuduskanlah mereka dalam kebenaran; firman-Mu adalah kebenaran.” Itu berarti, kita tidak bisa hidup dalam kebenaran kalau kita sendiri tidak mengenal sumbernya. Kita dipanggil untuk menjadi murid Kristus, orang-orang yang secara aktif belajar, merenungkan, dan menggali makna Firman setiap hari. Tanpa pengenalan akan Firman, kita mudah tersesat oleh nilai-nilai dunia yang tampaknya benar tetapi sebenarnya bertentangan dengan kehendak Allah.
Membaca Alkitab setiap hari, mengikuti pendalaman Alkitab, berdiskusi dengan sesama orang percaya, bahkan mendidik anak-anak dalam kebenaran sejak dini. Semua ini adalah cara kita membangun pemahaman yang kuat tentang kebenaran Allah.
Membaca Alkitab setiap hari, mengikuti pendalaman Alkitab, berdiskusi dengan sesama orang percaya, bahkan mendidik anak-anak dalam kebenaran sejak dini. Semua ini adalah cara kita membangun pemahaman yang kuat tentang kebenaran Allah.
2. Melaksanakan Firman – Hidup dalam Kebenaran Sehari-hari
Mengetahui Firman saja tidak cukup. Kita dipanggil untuk menjadi pelaku Firman. Yakobus 1:22 mengingatkan kita, “Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri.” Kebenaran tidak hanya untuk dipahami, tetapi untuk dihidupi. Kita dipanggil untuk menjadi garam dan terang dunia (Matius 5:13-16), yaitu memberi dampak di lingkungan kita yang paling kecil: keluarga, komunitas, tempat kerja, gereja, bahkan dalam dunia maya (Sosial media kita)
Ketika hidup dalam kebenaran menjadi kebiasaan dan akhirnya budaya dalam komunitas Kristen, maka terang Kristus akan bersinar semakin luas. Budaya takut akan Tuhan akan berdampak ke masyarakat yang lebih besar. Ketika satu keluarga hidup dalam kebenaran, maka satu RT bisa mengalami damai. Ketika satu komunitas hidup benar, maka kota pun bisa berubah. Dan ketika satu bangsa hidup dalam nilai-nilai kebenaran Allah, maka bangsa itu ditinggikan oleh Tuhan.
Namun berlaku pula sebaliknya: jika kita tidak hidup dalam kebenaran, maka kita menjadi noda, bukan berkat. Kesaksian kita jadi lemah, dan nama Tuhan dipermalukan. Gereja kehilangan kuasanya ketika hanya berbicara tanpa melakukan. Inilah sebabnya mengapa kebenaran bukan hanya pilihan, tapi keharusan bagi setiap orang percaya.
Penutup
Mari kita terus berjalan dalam kebenaran, dan memperjuangkan kebenaranitu dalam hidup kita. Mari juga kita bersama-sama mengambil bagian dalam pemulihan bangsa, bukan dengan kekuatan sendiri, tetapi dengan hidup sesuai kebenaran Tuhan. Kita mulai dari diri kita sendiri dengan mempelajari Firman-Nya, menghidupinya setiap hari, dan menjadi teladan bagi sekitar atau menjadi Garam dan Terang bagi lingkungan terkecil kita. Ketika Gereja Tuhan hidup dalam kebenaran, bangsa indonesia pun akan mengalami pemulihan, dan Nama Tuhan Yesus dimuliakan.
Amin.
8 Juni 2025
_JPG.jpg)
Pastor Lucky Effendi

Dilahirkan Kembali untuk Perbuatan Baik
Titus 3:4-8
Tetapi ketika kebaikkan dan kasih-kepada-manusia [dari] Allah, Penyelamat kita, nyata, bukan dari perbuatan-perbuatan dalam keadilan, yang kita lakukan, melainkan menurut belas-kasihan Nya Ia menyelamatkan kita melalui permandian kelahiran-kembali dan pembaharuan Roh Kudus, yang Ia telah-curahkan atas kita secara-berlimpah melalui Yesus Kristus, Juruselamat kita, supaya kita, [yang telah] dijustifikasi oleh-anugerah tersebut, dijadikan pewaris sesuai pengharapan hidup kekal.
Pastilah firman ini dan tentang ini aku mau kamu terus-tegas, supaya (mereka), yang telah-percaya kepada-Allah, bersungguh-sungguh untuk mengusahakan perbuatan-perbuatan baik. Itulah yang-baik dan berguna bagi manusia.
Perbedaan terbesar Kekristenan dengan agama atau kepercayaan lain adalah ajaran tentang keselamatan. Jika kebanyakan kepercayaan mengajarkankan, bahwa manusia dapat menyelamatkan dirinya dengan perbuatan baik, Alkitab mengajarkan sesuatu yang sangat berbeda.
Keselamatan adalah Inisiatif dan Tindakkan Proaktif Allah
Ayat-ayat yang kita baca menyatakan kepada kita, bahwa Allah menyelamatkan kita bukan karena perbuatan baik kita. Perbuatan-perbuatan kebajikkan, sebaik apapun itu, tidak bisa menghapus pelanggaran-pelanggaran kita. Manusia yang sudah berdosa tidak mungkin bisa menyelamatkan dirinya sendiri. Ia bagaikan seorang terdakwa di dalam pengadilan Allah. Apapun yang dilakukannya, dosanya tetap perlu dipertanggungjawabkan.
Tetapi Allah disini dideskripsikan sebagai Allah, yang baik dan mengasihi manusia. Ia berperan aktiv untuk menyelamatkan manusia dengan cara Ia menyatakan kebaikkanNya dan kasihNya kepada manusia di dalam bentuk belas kasihan dan anugerah.
Belas kasihan adalah suatu bentuk kasih yang aktif kepada mereka yang berada di dalam kesengsaraan, kesakitan, atau masalah. Sedangkan anugerah adalah sebuah hadiah pemberian yang diberikan bukan karena kelayakkan si penerima, tetapi oleh karena kebaikkan pemberi. Berbeda dengan upah yang memang layak diterima sebagai ganti upaya yang sudah diberikan, anugerah diberikan kepada seseorang yang tidak layak menerimanya. Demikianlah manusia berdosa yang tidak berdaya butuh belas kasihan dan anugerah Allah.
Kelahiran Kembali, Justifikasi, dan Jadi Pewaris
Kita mungkin sering mendengar atau membaca sendiri, bahwa melalui penebusan Kristus, kita diselamatkan oleh karena kita percaya kepada Kristus. Itu benar sekali, tetapi ayat-ayat diatas menggambarkan aspek-aspek yang lain dari cara Allah menyelamatkan manusia.
Jadi bagaimana Allah menyelamatkan manusia? Pertama dengan melahirbarukan orang tersebut. Apa maksudnya? Istilah yang Yesus pakai dibagian lain adalah “dilahirkan dari air dan Roh” (Yoh 3:5). Apakah maksudnya dilahirkan dari air dan dilahirkan dari Roh?
Ada orang menafsir “dilahirkan dari air” sebagai baptisan Kristen. Perlu diingat bahwa baptisan Kristen, pada saat Yesus berbicara kepada Nikodemus, belum ada. Ini adalah sesuatu yang harus Nikodemus mengerti. Yang Yesus maksudkan adalah ritual pembasuhan Yahudi di kolam-kolam sebagai tanda pertobatan dan pembasuhan dari dosa. Hal ini terutama dilakukan sebelum seseorang berdoa tiga waktu di Bait Allah atau di sinagog, dimana seorang yang bertobat merendam dirinya di dalam sebuah kolam dengan air alamiah yang mengalir. Jadi yang dimaksud dengan “dilahir kan dari air” tidak lain dan tidak bukan adalah pertobatan. Iman atau kepercayaan kepada Kristus bukan hanya permasalahan pengetahuan dan intelek, karena jikalau demikian, maka Iblispun beriman kepada Kristus. Salah satu akibat paling logis dari iman sejati adalah pertobatan dari dosa (Kisah 2:38). Tidak ada orang yang percaya, bahwa Yesus sudah mati baginya di kayu salib oleh karena dosa-dosanya, masih mau terus berdosa.
“Dilahirkan dari Roh” adalah kejadian dimana seseorang yang bertobat ini dipersatukan dengan Kristus (Rm 6). Manusia terdiri dari manusia dalam dan manusia luar (2 Kor 4:16). Kalau manusia luar masih harus tunggu saat kematian tubuh, manusia dalamnya yang lama dipersatukan dengan kematian Kristus, sehingga ikut mati bersama Kristus, tetapi ia juga dipersatukan dengan kebangkitan Kristus, sehingga ia yang sudah mati bersama Kristus, dibangkitkan menjadi manusia baru. Pada saat itu juga, ia menerima Roh Kudus, yang sudah Allah curahkan melalui Yesus Kristus pada hari Pentakosta. Roh Kudus akan melakukan pembaharuan di dalam diri orang tersebut, dan berfungsi sebagai Parakletos.
Karena hukuman dosa dijatuhkan kepada Kristus yang mati untuk dosa-dosa kita, maka kita yang sudah mati bersama Kristus bisa dibenarkan atau dijustifikasi Allah, karena Allah sudah menghukum dosa di dalam Yesus Kristus, sehingga kita yang dipersatukan dengan Kristus dianggap sudah membayar hukuman dosa. Inilah anugerah itu, kita yang seharusnya mati oleh karena dosa-dosa kita, oleh karena kematian Kristus ia diberikan hadiah keselamatan.
Keselamatan ini memang secara sempurna baru akan terjadi di masa depan, setelah manusia luarnya mati, tetapi Allah sudah menjadikan alhi waris dari hidup kekal ini sejak ia dilahirkan kembali.
Lalu Perbuatan Baik?
Di sinilah juga letak perbedaan Kekristenan dengan paham-paham lain. Kekristenan tidak mengajarkan berbuat baik untuk diselamatkan, tetapi karena sudah diselamatkan, maka berbuat baiklah.
Semua perkataan ini Paulus katakan dengan tujuan orang-orang Kristen memiliki kesadaran dan keteguhan untuk mengusahakan perbuatan baik, jelas bukan supaya mendapat anugerah Allah. Tetapi kebalikkannya, sebagai seorang yang sudah menjadi manusia baru, maka sudah sepantasnya seorang Kristen berbuat baik, bahkan mengusahakan supaya bisa berbuat baik. Itulah yang baik dan berguna bagi manusia.
Penutup
Hari Pentakosta kita memperingati pencurahan Roh Kudus ke dalam dunia. Semoga kita semua bisa mengalami kelahiran kembali dan pembaharuan Roh Kudus. Amin.
Selamat Pentakosta!
25 Mei 2025
_JPG.jpg)
Megawati Samudra

Menjadi Garam Dan Terang Dunia Di zaman Now
Firman Tuhan tertulis di Matius 5: 13-14
Matius 5:13
“Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang.
Matius 5:14
Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi.
Makna yang tersirat dari firman Tuhan bagi kita semua umat percaya didalam Kristus Yesus adalah :
" Fungsi Garam adalah memberi Rasa sebagai penyedap dalam setiap masakan yang akan dihidangkan, contoh bagi keluarga (4 atau 5 personal) paling banyak mungkin cukup 1 sendok teh untuk satu macam masakan .. tetapi kalau untuk membuat masakan yang akan dihidangkan bagi komonitas yang lebih besar jumlah personalnya seperti untuk dihidangkan bagi pengurus dan anggota2nya di Perki Swiss atau di Persekutuan2 Doa yang ada di Swiss ( 30-50 personal). jadi untuk suatu masakan yang akan disajikan bagi personal2 yang jumlahnya lebih besar maka Garam yang dibutuhkan pasti akan bertambah banyak.
Apa yang terjadi pada Garam itu sendiri apabila dimasak adalah Garam itu larut habis tak terlihat lagi bekasnya karena sudah hancur lebur tercampur dengan bumbu2 lainnya untuk menjadi suatu masakan yang lezat di makan oleh banyak personal.... bahkan kitapun umat percaya dikatakan didalam firman Tuhan bahwa kita adalah "Garam Dunia"...tak terhitung banyaknya garam yang harus dilarutkan untuk menjadi Garam dunia.
Garam dalam Alkitab juga memberi makna bahwa kita adalah sebagai Pemberi RASA... Rasa Damai sejahtera, Rasa tulus melayani sesama, Rasa Kasih Persaudaraan seiman didalam Kristus Yesus..
Garam juga dipergunakan sebagai pencegah kebusukan atau sebagai pengawet... maksudnya adalah didalam komonitas kita sebagai garam tugasnya menggarami setiap ada yang busuk2, kata2 busuk, kata2 adu domba, kata2 mengeluh sini sana .. nah kita umat percaya menggarami mereka2 yang masih pahit hatinya karena kita adalah pendamai2 .... garam sebagai bahan pengawet agar tidak busuk, agar kiranya disetiap persekutuan doa tidak terjebak dan terpecah belah oleh tipu muslihat dari pengaruh roh2 jahat yang busuk.
Menjadi garam dunia berarti bahwa kehadiran kita sangat diharapkan senantiasa membawa dampak positif dimanapun Tuhan tempatkan kita, sebagai umat percaya yang memiliki moral kepribadian yang sehat dan sebagai pemulihan bagi sesama kita.
"MENJADI TERANG DUNIA "
Kita umat percaya adalah umat pembawa Terang ditengah- tengah kegelapan.
Filipi 2:15
Supaya kamu tiada beraib dan tiada bernoda, sebagai anak-anak Allah yang tidak bercela di tengah-tengah angkatan yang bengkok hatinya dan yang sesat ini, sehingga kamu bercahaya di antara mereka seperti bintang-bintang di dunia,
Terang diperlukan sebagai petunjuk arah , mengusir setiap kegelapan, dan pembawa terang bagi siapapun yang masih hidup dalam kegelapan sehingga tidak ada yang tersembunyi semuanya terlihat didalam terang kudusNya.
Menjadi terang mengartikan bahwa kehidupan kita memancarkan Sinar teladan Kristus yang memberi pengharapan keselamatan bagi dunia yang gelap .
Kehidupan yang memperagakan Kasih dan saling mengasihi sehingga apabila pada saat menghadapi suatu masalah atau kesulitan, kita tetap percaya pasti Tuhan buka jalan sehingga kita tetap berdiri teguh penuh pengharapan dan menjaga hati tetap damai sehingga dunia dapat melihat Terang Kristus dalam hidup kita umat percaya.
Beberapa saran pedoman menjadi Garam dan Terang :
-
Merenungkan firman Tuhan senantiasa (Mazmur 1:2 -tetapi yang kesukaannya ialah Taurat Tuhan dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam.
-
Menghidupkan Kasih Kristus dan KebenaranNya dalam setiap langkah perjalanan hidup kita. (Matius 6:33 -Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.)
-
Menjaga hati agar selalu tulus dan ikhlas melayani Tuhan dan sesama.(1 Timotius 1:5 -Tujuan nasihat itu ialah kasih yang timbul dari hati yang suci, dari hati nurani yang murni dan dari iman yang tulus ikhlas)
DOA:
Bapa kami yang bertahta didalam Kerajaan Surga dan didalam Nama putra tunggalMu Tuhan kami Yesus Kristus, akan menolong setiap kami pengurus dan anggota2 Perki Swiss agar senantiasa dipercaya untuk menjadi garam dan terang di negara Swiss dan Eropa , bukan karena kuat gagah kami tetapi karena urapan kuasa KasihMu dan TerangMu yang senantiasa setia bekerja didalam diri kami masing2, agar kiranya setiap keputusan dan perbuatan kami berdampak memberi rasa damai sejahtera bagi sesama.
Tuhan kabulkanlah doa kami.
Didalam Nama Tuhan Yesus Kristus kami berdoa dan mengucap syukur, Haleluya,
Amin.
11 Mei 2025

Andry Pattikawa

Kasihilah Tuhan dengan Seutuhnya
Matius 22:37
Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan segenap akal budimu.
Ulangan 6:5
Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu.
Sebagai orang percaya, tentunya kita yakini bahwa segala sesuatu terjadi bukanlah kebetulan. Ada maksud Tuhan sesuatu diijinkan terjadi. Pengalaman pribadi saya, yaitu yang biasanya yang saya rencanakan atau persiapkan kandas ditengah (bahkan di awal) jalan. Dan ujungnya, Tuhan menggantikan dengan hal lain yaitu dengan rencanaNya yang indah dan sempurna.
Begitu banyak yang saya pribadi alami, dan tidak akan cukup dituliskan semua di renungan ini. Tapi saya akan tuliskan satu kesaksian yang saya alami, dimana saya merasakan teguran dari Tuhan dan tentunya ini merupakan relasi saya yang terbentuk dan nyata dengan Tuhan. Bagaimana saya tanpa disadarin, tidak mentaati ayat diatas.
Setelah kami sekeluarga pindah ke Belgia dengan cara yang tidak terduga, dan dimana Tuhan membukakan semua jalan untuk tinggal di Belgia, kami memutuskan untuk melayani Tuhan dengan sungguh sungguh. Tentunya dimulai di Perki Brussel dan Perki Gent. Kami melayani terutama di musik.
Pada mulanya, yaitu cinta mula-mula, dimana saya melayani Tuhan dengan semangat dan sungguh-sungguh. Saya selalu prioritaskan hal melayani Tuhan di gereja dan di persekutuan anak-anak Tuhan. Antara lain sebagai pemain musik, saya selalu bersedia jika diminta dan berkomitmen.
Lalu pada hari-hari menjelang parayaan hari kemerdekaan RI, ada beberapa cabang olah raga dan permainan yang diadakan. Dan itu juga jatuh pada hari minggu. Kami diundang untuk bertanding beberapa cabang olahraga, yaitu pada tgl 10 agustus 2008, yang diadakan di Brussel. Padahal pada hari tersebut, saya dan istri sudah juga berkomitment untuk mengiringi dan membantu (bernyanyi) musik di Perki Gent. Lalu karena kami ingin refreshing, kami berpikir sekali-sekali tidak apa-apa untuk bolos melayani musik, dan tanpa memberitahukan kepada Perki Gent bahwa kami tidak datang.
Kami keluar dari mobil, dan dompet saya keluarkan dari tas, dan saya berikan ke istri saya, Gloria, untuk disimpan. Istri saya menaruh dompet saya di tasnya, dan saya melihat dengan jelas. Sedangkan tas saya, saya tinggalkan di mobil.
Lalu kami berolahraga dan bergembira sesama orang Indonesia di perantauan, gembira dan tertawa bersama. Setelah selesai, saya meminta dompet saya ke istri. Dia mencari di tasnya, tetapi tidak ditemukan. Kami langsung sadar akan kelalaian kami. Kami merasa bersalah tidak terus berkomitmen membantu ibadah. Beberapa teman membantu mencari dompet kami. Dan kami juga tidak dapat sembarang bertanya kepada mahasiswa, atau hadirin lainya. Karena itu dirasakan seolah menuduh. Pihak KBRI juga membantu dan menyarankan untuk lapor polisi terlebih dahulu.
Didalam dompet tersebut, ada surat ijin kerja, ID card, SIM Eropa yang saya sering ceritakan di kesaksian saya, bahwa kami dengan hal yang tidak dapat terbayangkan dapat pindah ke Belgia, dan mendapatkan SIM Eropa tanpa les sekalipun. Saya dan istri sangat menyesal dan teguran ini kami rasakan sangat nyata.
Lalu saya langsung mengantar istri dan anak-anak saya ke rumah, dan saya langsung menuju ke kantor polisi. Karena hari itu adalah hari minggu, polisi menyarankan saya untuk datang besok kembali dan saya bisa mendapatkan surat keterangan dari polisi untuk mengurus ID card, SIM kartu bank yang baru. Saya balik ke rumah, dan memparkir mobil saya depan rumah. Saya juga mengambil tas saya (tas yang tadinya untuk menyimpan dompet saya, sebelum saya kasih dompet saya ke istri saya).
Saya sangat menyesal telah kehilangan dompet (isi dompet saya). Lalu ada yang menggerakan saya untuk membuka tas saya. Lalu saya buka tas saya, dan saya lihat dompet saya ada didalam tas saya!! Dan ada suara yang membisikan ke kalbu saya, “Ini Saya kembalikan. Jangan begitu lagi ya”.
Saudara-saudara yang saya kasihi. Kita bersekutu di gereja, di persekutuan-persekutuan anak Tuhan, adalah untuk memperkuat / saling memperkuat diri. Dan pada akhirnya, untuk keluar dari lingkungan orang kristen, mengabarkan Injil. Sesuai dengan firmanNya:
Markus 16:15
Lalu Ia berkata kepada mereka; “Pergilah ke seluruh Dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk”.
Tentu perintah ini kita lakukan dengan segenap hati, jiwa, akal budi dan kekuatan kita.
Tuhan Yesus memberkati.
27 April 2025
_JPG.jpg)
Romo Roy Jelahu

Menjadi Saksi dari kebangkitan Jesus
Kisah kebangkitan Jesus tidak terlepas dari peran Saksi. Menarik beberapa skenario tentang para Saksi ini dituliskan dalam Injil. Saksi pertama dan utama adalah seorang Perempuan-Maria Magdalena. Baik sejarah hidupnya maupun kesaksiannya akan kebangkitan Jesus terbilang fenomenal. Walaupun bukan terbilang dari kelompok dua belasan Rasul, Maria Magdalena-lah yang mengalami banyak kisah awal di kubur Jesus dibandingkan kelompok para Rasul. Bahkan imannya akan kebangkitan Jesus terbilang lebih kuat dari pada para murid lainnya. Terbukti hanya Maria saja yang tetap tinggal di kubur kosong, setelah jenasah Jesus tidak ditemukan. Wanita yang lain pergi meninggalkan sendiri, Maria tetap berdiri untuk menuntaskan pertanyaannya: kemanakah jenasah Jesus. Tidak tertulis memang bahwa Maria meyakini kebangkitan Jesus. Tetapi saya berasumsi bahwa Maria percaya apa yang pernah Jesus sabdakan tentang kematian dan kebangkitan-Nya akan terbukti. Asumsi saya berlandaskan pada pertanyaan: mengapa Maria memilih pagi hari Minggu dan bukan hari lain setelah Sabbat? Atau di siang atau sore hari Minggu? Selain itu, iman Maria membuat dia berani bertanya pada figur yang ada didalam kubur, yang dikisahkan sebagai Malaikat dan Jesus sendiri: “kemanakah jenasah Guru”? Menurut saya pertanyaan Maria ini adalah penegasan tentang asumsi pribadinya bahwa Jesus benar bangkit. Dia hanya ingin meyakini bahwa kubur kosong, terjadi karena mujizat Allah dan bukan karena perbuatan manusia.
Refleksi atas kesaksian Maria Magdalena ini membuka beberapa nilai fundamental bagi kehidupan.
Pertama: kubur gelap yang kosong. Di sana terbaring sang Guru. Situasi ini menjadi gambaran iman baik para murid dan kita. Para Murid ketiadaan harapan, karena Jesus telah mati. Seperti Murid dari Emaus, mereka kembali ke kehidupan lama. Kembali ke rumah. Selain itu, ketakutan dan ketidakpastian akan hidup tanpa Jesus, menyelimuti. Kegelapan tidak saja tergambar pada kubur, tetapi juga pada kehidupan para murid. Sejurus kegelapan kubur itu berakhir, karena Jesus yang bangkit. Batu penutup telah tersingkirkan, menggambarkan juga Kebangkitan Jesus menerangi kegelapan kekosongan harapan para murid. Kubur itu tidak lagi menakutkan, karena Jesus yang bangkit hadir di sana, dan menyapa Maria dan para murid lainnya.
Dalam hidup kita mengalami situasi ketakutan dan tanpa kepastian seperti para murid. Iman akan Jesus kadang diselimuti kuatnya ketakutan. Kita menjadi kehilangan harapan hingga meninggalkan iman akan kesetiaan Allah. Belajar dari iman Maria dan para murid. Dia tetap berziarah ke makam Jesus. Kita seharusnya mempunyai waktu untuk bertemu Jesus, juga dalam ketakutan dan kebimbangan akan persoalan hidup. Tidak saja berdoa dan membaca Ks cara untuk bertemu Jesus. Tetapi juga setia untuk berjuang dan tinggal dalam pengalaman-pengalaman batas kehidupan. Karena Jesus yang bangkit, mengalahkan kematian, demikian pula kegelisahan, persoalan hidup, sedapat mungkin tidak melemahkan keyakinan kita akan bimbingan-Nya. Keputusasan bukanlah cara hidup orang beriman akan kebangkitan.
Kedua: Keterpilihan Maria dalam kesaksian. Bukan tanpa sebab, bahwa Maria mengambil bagian terbesar dari Sejarah Iman akan kebangkitan. Keterpilihan Maria sebagai saksi pada drama kebangkitan Jesus menegaskan konsistensi misi Allah yang maha Pengampun. Kasih Allah juga dianugerahkan kepada pendosa. Disamping itu, dalam pandangan sosial-antrpologis, saya meyakini, keterpilihan Maria Magdalena pada drama kebangkitan Jesus adalah tanda keberpihakan Allah pada yang tersingkir dalam Masyarakat. Pada sisi lain, dominasi budaya Patriarkat pada zaman Jesus, sering menyingkirkan peran kaum Perempuan. Kekerasan dan ketidakadilan terhadap kelompok Perempuan menjadi cerita biasa di zaman Jesus (mungkin juga disaat ini?). Allah memakai Maria untuk menyampaikan kabar penting kebangkitan, dengan tujuan, agar setiap Pribadi mengalami kasih dan keadilan.
Pembaptisan adalah tanda keikutsertaan kita akan tugas pewartaan. Iman akan kebangkitan Jesus membangkitkan keberanian, agar dunia melalui kehadiran sebagai orang Kristen mengenal arti kasih dan cinta Allah. Di tengah banyaknya kekerasan dan perang, kita sebagai saksi Kristus terpanggil untuk menghidupi arti damai. Setelah kebangkitannya, Jesus hadir di tengah para murid. Ungkapan pertama yang dia sampaikan kepada para murid: “damai sejahtera bagimu”. Semoga damai yang sama, menginspirasi kehidupan dalam keluarga dan masyarakat. Salam Paskah. Salam berjuang dan setia dalam setiap situasi kehidupan bersama Jesus yang bangkit dari kematian.
Amin.
13 April 2025

Mieke Lolong

Jangan Tidur
Teman-teman, pesan di atas bila kita telaah secara Alkitabiyah, mengandung makna tersendiri. Seperti ada tertulis di Alkitab dalam kitab 1 Tesalonika 5:6 : Sebab itu baiklah jangan kita tidur seperti orang-orang lain, tetapi berjaga-jaga dan sadar. Orang yang tidur tentu saja tidak mengerti apa-apa dan apa yang terjadi di sekitarnya tak diketahuinya juga. Orang yang tidur tidak dapat mengontrol dirinya, demikian juga dengan orang yang tertidur secara rohani. Orang yang tubuh rohaninya tertidur tidak mampu melakukan Firman Allah walaupun dia sudah bertobat. Keinginannya tetap seperti orang yang belum bertobat... sifat orang lama di dalam dirinya masih belum hilang. Orang yang terlelap tak ubahnya dengan orang yang kesadarannya hilang. Sifat-sifat lama tak mampu dilenyapkan apabila kita tertidur secara rohani. Oleh karena itu rasul Paulus menasihatkan: Perhatikanlah, supaya jangan ada orang yang membalas jahat dengan jahat, tetapi usahakanlah senantiasa yang baik, terhadap kamu masing-masing dan terhadap semua orang.
Kita dapat membacanya di dalam kitab 1 Tesalonika 5:15
Seperti yang Tuhan katakan, kita tidak boleh membalas perbuatan jahat dengan kejahatan juga, terlebih terhadap sesama umat Allah. Cerita-cerita negatif yang berbau fitnah dan sebagainya, sama sekali tidak boleh kita lakukan dan benar-benar harus dihindari. Semua perbuatan dosa ini biasanya didorong oleh rasa iri hati atau persaingan dalam berbagai hal seperti dalam business, study, karir maupun pelayanan. Dengan sendirinya, Bapak Surgawi sungguh akan kecewa melihat anak-anakNYA yang tidak memliki sifat-sifatNYA. Rasul Petrus menasehatkan kita di dalam kitab 1 Petrus 1:14-16 agar : Hiduplah sebagai anak-anak yang taat dan jangan turuti hawa nafsu yang menguasai kamu pada waktu kebodohanmu, tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti DIA yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis, Kuduslah kamu, sebab Aku kudus.
Jika tubuh rohani kita tertidur, dengan sendirinya kita sudah pasti tak sadar akan keadaan diri kita. Segala kotoran, kenajisan, kesadisan, dengki, iri hati dan sebagainya tak akan terlihat dalam keadaan tidur terlelap. Selain itu kita harus tetap berjaga-jaga dan waspada karena Tuhan Yesus berkata : Lihatlah, Aku datang seperti pencuri. Berbahagialah dia yang beraga-jaga dan yang memperhatikan pakaiannya, supaya dia jangan berjalan dengan telanjang dan jangan kelihatan kemaluannya (Kitab Wahyu 16:15). Jadi, selagi masih ada waktu, di dalam kitab Wahyu 3:2 ada tertulis : Bangunlah, dan kuatkanlah apa yang masih tinggal yang sudah hampr mati, sebab tidak satupun dari pekerjaanmu Aku dapati sempurna di hadapan Allah-Ku.
Kita tidak dapat menghindari hari penghukuman, yang digambarkan di dalam kitab Zefanya 1:3b, karena akan terjadi seperti firmanNYA : Aku akan merebahkan orang-orang fasik dan akan melenyapkan manusia dari atas bumi muka bumi, demikian firman Tuhan. Oleh sebab itu, marilah kita menyenangkan hati Tuhan dengan melatih diri kita masing-masing untuk senantiasa taat dan patuh pada perintah-perintahNYA, serta saling mengingatkan dan mendoakan satu sama lain untuk tidak melakukan hal-hal negatif dan memelihara hidup dalam kekudusan, agar jangan sampai ada yang tertidur atau terjatuh. Kiranya Tuhan senantiasa menjaga, memelihara, memimpin, melindungi, serta memberkati kita semua.
30 Maret 2025
_JPG.jpg)
Farry Togas

"Menerima Yesus "
Matius 10 : 40
Barang siapa menyambut kamu , ia menyambut Aku , dan barang siapa menyambut Aku ,ia menyambut Dia yang mengutus Aku.
Shalom Teman2 yang diberkati Tuhan
Semoga kita semua selalu dalam pemeliharaan dan lindungan Tuhan Yesus.
Mengapakah perilaku Umat Kristiani itu penting? Bukankah konyol namanya jika kita terus- terusan berusaha bersikap Sempurna ! Bukankah kita membohongi orang lain bahwa umat Kristiani itu Sempurna ? Ada alasan baik bagi umat Kristiani untuk bersikap dengan penuh integritas .itu karena Dia yang kita wakili.
Ada orang yang tidak akan pernah tahu seperti apa Kristus itu kecuali mereka melihat Kristus di dalam diri anda. Jika anda Umat Kristiani , anda membawa Kristus ke mana- mana . Ketika anda di sekolah atau ditempat kerja ,Kristus menyertai anda. Entah anda sedang bersama dengan teman- teman Anda atau berbicara dengan seorang asing ,Kristus menyertai anda.setiap kali orang berjumpa dengan anda , mereka juga berjumpa dengan Kristus. Betapa tragis jika seorang yang bukan umat Kristiani melihat Kristus di dalam diri anda dan tetap tidak berkesan ! Jika anda tidak mewakili Kristus terhadap orang lain dengan cara yang menghormati nama-Nya , ada orang yang mungkin tidak akan pernah tahu seperti apa Dia Itu.
Itulah sebabnya mengapa begitu penting bagi anda untuk selalu mewakili Kristus seperti Dia adanya. Orang lain akan tertarik kepada Kristus ketika hidup anda memperlihatkan bahwa Ia itu pengasih, pengampun, Sabar, dan Baik hati.satu- satunya cara orang percaya bahwa Allah itu pengampun adalah ketika mereka mengalami kasih Kristus ketika anda mengampuni mereka .
Ada banyak orang disekeliling anda yang perlu menerima Yesus , dan andalah yang dapat memperkenalkan mereka kepada-Nya.
APAKAH SELAMA INI ORANG TERKESAN DENGAN KRISTUS YANG MEREKA LIHAT DI DALAM DIRI
ANDA
Semoga Renungan yang singkat ini bisa menjadi berkat buat kita.... Amin
Salam & Doa
16 Maret 2025
_JPG.jpg)
Yosie Weiss

Pahlawan Di Mata Tuhan
Dalam Kitab Hakim-hakim menceritakan kepada kita (Hakim-hakim 6:1) bahwa orang Israel melakukan yang jahat di mata Tuhan sehingga Dia menyerahkan mereka ke dalam tangan orang Midian selama tujuh tahun. Penindasan orang Midian sangat kejam, mereka menyerbu tanah Israel seperti wabah belalang yang menghancurkan tanaman dan merampas ternak mereka.
Umat Tuhan yang dulunya makmur kini harus bersembunyi di gua-gua dan gunung-gunung karena takut akan kehidupan mereka. Di tengah-tengah kekacauan ini, adalah seorang yang bernama Gideon, seorang pemuda yang tampaknya biasa-biasa saja, tetapi ditakdirkan untuk sebuah misi yang luar biasa.
Gideon dengan putus asa berusaha menyelamatkan gandum untuk keluarganya agar dapat bertahan hidup dengan rasa takut dan ketidakpastian. Dalam keadaan yang terlihat lemah inilah hal yang mustahil terjadi.
Hakim-hakim 6:12-13 Malaikat TUHAN menampakkan diri kepadanya dan berfirman kepadanya, demikian: "TUHAN menyertai engkau, ya pahlawan yang gagah berani." Jawab Gideon kepada-Nya: "Ah, tuanku, jika TUHAN menyertai kami, mengapa semuanya ini menimpa kami? Di manakah segala perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib yang diceritakan oleh nenek moyang kami kepada kami, ketika mereka berkata: Bukankah TUHAN telah menuntun kita keluar dari Mesir? Tetapi sekarang TUHAN membuang kami dan menyerahkan kami ke dalam cengkeraman orang Midian."
Tanggapan Gideon menggemakan perasaan banyak dari kita ketika menghadapi kesulitan, di manakah Tuhan di tengah-tengah penderitaan, mengapa hal-hal buruk terjadi jika Dia menyertai kita. Namun malaikat itu tidak datang untuk berdebat teologi, dia datang dengan sebuah misi. Hakim-hakim 6:14 melanjutkan, Lalu berpalinglah TUHAN kepadanya dan berfirman: "Pergilah dengan kekuatanmu ini dan selamatkanlah orang Israel dari cengkeraman orang Midian. Bukankah Aku mengutus engkau!"
Gideon yang masih dalam ketidakpercayaan mencoba untuk menilai dirinya sendiri, ia melihat dirinya sebagai orang yang paling kecil dalam keluarganya dan yang paling rendah dalam sukunya, bagaimana mungkin ia menjadi orang yang dipilih untuk tugas yang begitu besar. Tetapi Tuhan menjawab (ayat 16) Berfirmanlah TUHAN kepadanya: "Tetapi Akulah yang menyertai engkau sebab itu engkau akan memukul kalah orang Midian itu sampai habis."
Kisah berlanjut dalam Hakim-hakim 6:36-37 dimana Gideon berkata kepada Tuhan, jika Engkau akan menyelamatkan orang Israel dengan tanganku seperti yang telah Engkau janjikan, lihatlah, aku akan menaruh bulu domba di atas tempat pengirikan, jika ada embun di bulu domba itu dan semua tanah menjadi kering maka aku akan tahu bahwa Engkau akan menyelamatkan orang Israel dengan tanganku seperti yang telah Engkau janjikan.
Apa yang terjadi selanjutnya sungguh luar biasa, Gideon bangun pagi-pagi sekali keesokan harinya, ia meremas bulu domba dan mengeluarkan embun dari dalam mangkok yang berisi air.
Namun Gideon masih belum sepenuhnya yakin dan mengajukan permintaan yang lebih berani lagi, (Hakim-hakim 6:39-40)
Malam itu Tuhan melakukannya seperti permintaan Gideon, hanya bulu domba yang kering, sementara tanah di sekelilingnya basah oleh embun. Ujian kedua ini benar-benar membalikkan ujian pertama, sekarang Gideon meminta agar bulu domba itu kering sementara tanah di sekelilingnya basah oleh embun. Ini adalah permintaan yang menentang hukum alam karena bulu domba biasanya akan menyerap kelembapan dari udara. Fakta bahwa Tuhan mengabulkan permintaan kedua ini menunjukkan kesabaran dan pengertian-Nya terhadap keraguan Gideon.
Bulu domba yang merupakan produk dari domba yang melambangkan umat Israel sebagai kawanan domba Tuhan. Dalam ujian pertama, bulu domba yang basah sementara tanahnya tetap kering dapat melambangkan bagaimana Tuhan akan memberkati umat-Nya di dunia yang tandus. Dalam ujian kedua, bulu domba yang kering sementara tanahnya basah dapat melambangkan bagaimana Tuhan akan menggunakan Israel untuk memberkati bangsa-bangsa di sekitar mereka.
Ujian bulu domba menandai titik balik dalam kisah Gideon, keraguannya sirna, imannya semakin kuat, ia kini siap untuk memimpin bangsa Israel melawan para penindas mereka. Pria yang pernah menganggap dirinya paling kecil dalam keluarganya akan menjadi salah satu hakim terbesar di Israel.
Dalam Hakim-Hakim 7:2, Berfirmanlah TUHAN kepada Gideon: "Terlalu banyak rakyat yang bersama-sama dengan engkau itu dari pada yang Kuhendaki untuk menyerahkan orang Midian ke dalam tangan mereka, jangan-jangan orang Israel memegah-megahkan diri terhadap Aku, sambil berkata: Tanganku sendirilah yang menyelamatkan aku».
Tuhan mengajarkan pelajaran yang sangat berharga. Kemenangan tidak datang karena kekuatan jumlah atau keahlian militer, melainkan karena kuasa Tuhan, kebenaran ini akan berlaku selama berabad-abad, dan ungkapan yang sama terdapat di dalam Perjanjian Baru, yang ditulis oleh rasul Paulus di dalam 2 Korintus 1: 29 Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna.
Kisah ini terus berlanjut di ayat yang ke 3, ketika Gideon mengumumkan bahwa siapa yang takut dan gentar, biarlah ia pulang, enyah dari pegunungan Gilead. Tanggapan rakyat terhadap pengumuman ini sangat mengejutkan, 22.000 orang pergi dan 10.000 orang tetap tinggal.
Dalam Hakim-hakim 7:4-6 Dikisahkan bahwa akhirnya, Tuhan mengurangi jumlah pasukan Gideon lebih banyak lagi:
Dengan menyuruh pasukan itu untuk turun minum air. Maka didapatlah jumlah 300 orang yang menghirup dengan membawa tangannya ke mulutnya.
TUHAN berkata kepada Gideon, “Dengan 300 orang ini, Aku akan menyelamatkanmu dan memberimu kemenangan atas orang Midian. Suruhlah yang lainnya pulang.”
Ujian yang aneh ini secara drastis mengurangi jumlah pasukan Gideon dari 32.000 menjadi 300 orang, berkurang lebih dari 99%, artinya Tuhan lebih suka bekerja melalui beberapa orang yang memiliki komitmen yang tinggi daripada banyak orang yang hanya mengambil pujian, atau setengah hati.
Angka 300 memiliki arti penting dalam sejarah Alkitab, yaitu dengan 318 orang, Abraham menyelamatkan Lot dan banyak orang dalam Kejadian 14. Dengan 300 orang, Simson mengalahkan orang Filistin dalam Hakim-hakim 15.
Selanjutnya dalam Hakim-hakim 7:19-22 menggambarkan penyerangan Gideon dan 300 orang yang bersamanya sampai di tepi perkemahan orang Midian. Hanya dengan memecahkan buyung sambil memegang obor di tangan kiri dan sangkakala di tangan kanan mereka untuk ditiup, berhasil membuat tentara musuh menjadi kacau balau, dan melarikan diri.
Ketika Tuhan memegang kendali, bahkan kekuatan terkecil sekalipun dapat mengatasi tantangan terbesar, kemenangan tidak datang melalui kekuatan militer Israel, tetapi melalui kuasa Tuhan yang bekerja melalui umat-Nya yang taat.
Ketika orang Midian melarikan diri dengan panik, Gideon dan anak buahnya tetap berada di posisi mereka dan menyaksikan campur tangan ilahi yang luar biasa. Pertempuran dimenangkan, tetapi pengejaran musuh yang melarikan diri terus berlanjut.
Tentara Israel telah menyaksikan kemenangan yang dimulai secara ajaib oleh Tuhan. Gideon yang kini sepenuhnya yakin akan kuasa Tuhan memimpin pengejaran tanpa henti terhadap musuh-musuh yang mundur.
Hakim-hakim 8:28 «Demikianlah orang Midian tunduk kepada orang Israel dan tidak dapat menegakkan kepalanya lagi; maka amanlah negeri itu empat puluh tahun lamanya pada zaman Gideon».
Kisah Gideon mengingatkan kita bahwa kita MAMPU, dan bahkan kita adalah lebih dari seorang pemenang (Roma 8:37). Kehidupan dan panggilan Gideon menunjukkan kepada kita bahwa Tuhan melihat yang terbaik dalam diri kita ketika kita tidak melihatnya. Gideon berhasil dalam panggilannya karena ia mengizinkan Tuhan untuk memakai dia. Kita pun dapat melakukan hal yang sama.
Amin
2 Maret 2025

Vilona Christy Sembiring

Melayani Dengan Kerendahan Hati
(Yohanes 13:1-17)
Yohanes 13:1 berkata, “Sama seperti Ia senantiasa mengasihi murid-murid-Nya demikianlah sekarang Ia mengasihi mereka sampai kepada kesudahannya.” Ayat ini menjadi dasar bagi apa yang terjadi setelahnya-Yesus membasuh kaki murid-murid-Nya. Mengasihi orang lain pada tingkat tertinggi dilakukan dengan melayani mereka. Yesus, yang mengetahui bahwa waktu-Nya telah tiba, menunjukkan kasih-Nya yang mendalam melalui tindakan kerendahan hati dan tidak mementingkan diri sendiri. Dia memilih untuk melayani daripada dilayani, menunjukkan kepada kita bahwa kebesaran sejati dalam kerajaan Allah ditemukan dalam merendahkan diri kita sendiri demi orang lain.
Dalam Yohanes 13:1-17, Yesus melakukan tugas yang biasanya ditugaskan kepada hamba yang paling rendah. Pada masa itu, pembasuhan kaki diperlukan karena orang-orang berjalan di jalan yang berdebu dan tidak beraspal dengan menggunakan sandal. Hal itu dianggap sebagai tugas yang kasar dan tidak diinginkan. Namun, Yesus, Anak Allah, dengan rela berlutut di hadapan murid-murid-Nya dan membasuh kaki mereka. Ini bukan hanya sebuah tindakan praktis, tetapi juga sangat simbolis. Hal ini menunjukkan bahwa kasih yang sejati bukanlah tentang kekuasaan, status, atau pengakuan, tetapi tentang kerendahan hati dan pengorbanan.
Tindakan ini pasti mengejutkan para murid. Petrus, khususnya, pada awalnya menolak dan berkata, “Tuhan, Engkau hendak membasuh kakiku?” (Yohanes 13:6). Dia tidak dapat memahami mengapa Yesus, Guru mereka, mau merendahkan diri-Nya sampai pada posisi seperti itu. Tetapi Yesus menjawab, “Jikalau Aku tidak membasuh engkau, engkau tidak mendapat bagian dalam Aku” (Yohanes 13:8). Pernyataan ini memiliki makna harfiah dan rohani. Sama seperti Yesus secara fisik membasuh kaki mereka, Dia datang untuk membersihkan hati dan jiwa melalui pengorbanan-Nya di kayu salib. Jadi, pelayanan bukan hanya tentang tindakan lahiriah, tetapi juga tentang transformasi batin, kerendahan hati, dan kesediaan untuk mendahulukan orang lain daripada diri kita sendiri.
Tantangan dari Pelayanan Kristen yang Sejati
Saat ini, pelayanan Kristen sering disalahpahami. Banyak orang yang melayani, tetapi motif mereka tidak selalu murni. Beberapa orang melakukannya untuk mendapatkan perhatian, pengakuan, atau status sosial. Mereka ingin dilihat sebagai orang yang baik hati, murah hati, atau penting. Yang lainnya melayani karena kewajiban, merasa tertekan oleh ekspektasi masyarakat atau tradisi gereja dan bukan karena kasih yang tulus kepada Allah dan sesama.
Namun, ujian dari pelayanan yang sejati datang ketika tidak ada pujian atau pengakuan. Apakah kita masih melayani ketika tidak ada orang yang melihat? Apakah kita bersedia untuk merendahkan diri kita bahkan jika upaya kita tidak diperhatikan atau tidak dihargai? Beberapa orang berhenti melayani ketika mereka dikritik, diabaikan, atau tidak diberi pengakuan yang mereka pikir layak mereka terima. Tetapi teladan Yesus mengajarkan kepada kita bahwa pelayanan Kristen bukanlah tentang mencari tepuk tangan, melainkan tentang memuliakan Allah.
Dalam ayat 17, Yesus berkata kepada murid-murid-Nya, “Jikalau kamu tahu semua ini, maka berbahagialah kamu, jika kamu melakukannya.” Berkat pelayanan tidak ditemukan dalam persetujuan manusia, tetapi dalam menaati dan meneladani Kristus. Ketika kita melayani dengan hati yang tulus, Allah melihat dan menghargai usaha kita, bahkan jika tidak ada orang lain yang melihatnya.
Melayani dengan Hati yang Benar
Pelayanan Kristen yang sejati bukanlah tentang kenyamanan; melainkan tentang komitmen. Hal ini membutuhkan kerendahan hati, kesabaran, dan ketekunan. Hal ini sering kali berarti melangkah keluar dari zona nyaman kita, mendahulukan kebutuhan orang lain daripada kebutuhan kita sendiri, dan berkorban. Yesus tidak melayani hanya ketika itu mudah atau ketika orang-orang bersikap baik kepada-Nya. Dia melayani bahkan ketika Dia disalahpahami, ditolak, dan pada akhirnya dikhianati. Dia sampai menyerahkan nyawanya untuk kita.
Salah satu aspek penting dari pembasuhan kaki Yesus adalah Dia membasuh kaki kedua belas murid-Nya-termasuk Yudas, orang yang akan mengkhianati-Nya. Yesus mengetahui isi hati Yudas, namun Dia tetap memilih untuk melayani dia. Ini adalah pelajaran yang sangat penting bagi kita. Sangat mudah untuk melayani mereka yang menghargai kita, tetapi bisakah kita melayani mereka yang menyakiti kita? Dapatkah kita mengasihi dan melayani bahkan ketika kita tidak dikasihi sebagai balasannya?
Teladan Yesus memanggil kita untuk melayani dengan kerendahan hati, terlepas dari bagaimana orang lain menanggapinya. Paulus menggemakan hal ini dalam Filipi 2:3-8, dengan mengatakan, “Jangan melakukan apa pun berdasarkan ambisi pribadi atau atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri; dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga. Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.”
Menerapkan Hal Ini dalam Kehidupan Kita
Untuk mengikuti teladan Yesus dalam melayani, kita harus memeriksa hati kita. Apakah kita melayani karena alasan yang benar? Apakah kita bersedia melayani dengan cara yang tidak diketahui dan tidak glamor? Apakah kita melayani hanya jika ada kesempatan, atau apakah kita bersedia berkorban?
Ada banyak cara untuk menerapkan pelayanan Kristen dalam kehidupan sehari-hari:
-
Melayani di gereja bukan hanya dalam peran-peran yang terlihat, tetapi juga dalam tugas-tugas di belakang layar yang tidak terlihat.
-
Menolong mereka yang membutuhkan tanpa mengharapkan imbalan.
-
Bersikap baik kepada mereka yang sulit untuk dikasihi, sama seperti Yesus.
-
Mempersembahkan waktu, tenaga, dan sumber daya kita untuk memberi manfaat bagi orang lain, bukan untuk mencari keuntungan pribadi.
Pelayanan Kristen bukanlah tentang status atau pengakuan; melainkan tentang kasih dalam tindakan. Yesus membasuh kaki murid-murid-Nya bukan untuk membuat mereka terkesan, tetapi untuk menunjukkan kepada mereka seperti apa kasih yang sejati itu. Jika kita sungguh-sungguh ingin mengikut Kristus, kita harus bersedia untuk merendahkan diri kita dan melayani, bukan untuk dipuji, tetapi karena kasih kepada Allah dan sesama.
Bolehkah kita bertanya pada diri kita sendiri: Apakah kita melayani untuk dilihat, atau kita melayani karena kita mengasihi Kristus? Apakah kita bersedia untuk merendahkan diri kita, bahkan ketika tidak ada yang memperhatikan? Marilah kita berkomitmen untuk melayani dengan kerendahan hati, tanpa mengharapkan imbalan apa pun, seperti yang Yesus lakukan. Karena dengan melakukan hal itu, kita mengikuti jejak-Nya dan sungguh-sungguh mengasihi orang lain sampai akhir.
16 Februari 2025

Marlina Simbolon

Yesus Adalah Terang Dunia
Yohanes 8:12
Maka Yesus berkata pula kepada orang banyak, kata-Nya: Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup.“
Perkataan ini Ia ucapkan setelah ahli Taurat dan orang-orang Farisi membawa kepada-Nya seorang perempuan yang kedapatan berzinah dan mereka ingin menghakimi perempuan tersebut dengan melemparkan batu.
Namun Yesus tidak menghukum perempuan itu, tetapi menyuruh perempuan itu pergi dan memintanya jangan berbuat dosa lagi. (Yohanes 8: 11)
Firman ini menegaskan bahwa Dia adalah sumber terang secara rohani bagi setiap orang yang percaya kepada-Nya. Karena hanya melalui Yesus ada jalan, kebenaranan dan hidup. (Yohanes 14:6). Dia adalah pemimpin hidup bagi mereka yang percaya kepada-Nya dan mengikuti-Nya.
Bahkan Yesus berjanji, barangsiapa berjalan bersama Dia, maka dia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan mempunyai terang kehidupan. Walaupun ada saatnya secara mata manusia, kita merasakan bahwa permasalahan yang sedang kita hadapi sepertinya berkepanjangan dan tidak bisa terlihat masa berakhirnya. Dimana tanpa disadari bahwa sumber masalah terjadi oleh karena seringkali kita melakukan kehidupan yang bertentangan dengan firman-Nya. Bukan juga berarti, mereka yang sudah hidup sesuai dengan firman-Nya akan hidup tanpa pencobaan. Perbedaannya mereka akan menghadapi pencobaan dengan hati dan pikiran yang terarah kepada kehendak-Nya sehingga dia tidak jatuh kedalam pencobaan yang lebih dalam.
Kembali kepada perkataan Yesus diatas, Dia akan mengampuni kesalahan kita dan kita harus meninggalkan cara berpikir dan perbuatan yang tidak sesuai dengan kehendak Nya yaitu manusia lama. Dengan meninggalkan pribadi manusia lama, Yesus akan membentuk kita menjadi manusia baru sesuai dengan gambaran-Nya.
Tuhan mengijinkan pergumulan terjadi dalam setiap kehidupan anak-Nya. Dia mengijinkan kita untuk menanggung beban dan penderitaan yang tidak diluar kemampuan kita. Bersyukurlah untuk setiap pencobaan dan penderitaan yang telah dan sedang kita jalani. Karena melalui pergumulan Yesus sedang memperbaiki pribadi kita untuk menjadi semakin serupa dengan gambaran-Nya.
Pada saat kita melibatkan Yesus dalam setiap musim kehidupan , kehadiran-Nya akan lebih lagi kita rasakan. Apapun yang sedang terjadi, Damai-Nya dan sukacita-Nya menguasai hati dan pikiran kita. Dia akan selalu menyertai kita melewati setiap gurun pasir yang akan kita hadapi.
Bulan Februari masih termasuk awal dari tahun baru yang merupakan kesempatan bagi kita untuk merenungkan kembali, apakah kita mau berjalan dan mau dituntun oleh firman-Nya?.
Tidak ada kata terlambat bagi setiap orang yang mau dirubah pribadinya, Yesus sedang dan akan menunggu kita untuk berserah diri kepada-Nya dan Tangan-Nya selalu terbuka bagi kita.
Matius 7: 7. „Mintalah maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapatkan; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu“. 8. „Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan.»
Pada akhirnya keputusan ada ditangan kita untuk memilih jalan bersama Tuhan Yesus atau memilih jalan yang dunia tawarkan dan tidak membawa kita kearah keselamatan.
Matius 7:21 «Karena tidak setiap orang yang hanya mengaku Kristen dan berseru Tuhan akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di Sorga».
Tahun baru adalah kesempatan bagi kita untuk menanggalkan kehidupan yang lama dan memulai kehidupan yang baru dengan penuh harapan didalam Yesus Kristus. Percayalah akan kasih-Nya dan kuasa-Nya yang senantiasa menyertai kita. Mari kita mulai berjalan bersama Dia dan menyelaraskan cara hidup kita dalam berpikir, berkata dan berlaku sesuai dengan kehendak Dia.
Ibrani 10; 22: Karena itu marilah kita menghadap Allah dengan hati yang tulus ikhlas dan keyakinan iman yang teguh, oleh karena hati kita telah dibersihkan dari hati nurani yang jahat dan tubuh kita telah dibasuh dengan air yang murni.
Berusahalah untuk bersekutu dengan Tuhan dan menghadiri persekutuan saudara seiman yang dapat membangkitkan dan menguatkan rohani iman Kristen. Berserahlah kepada-Nya dengan rendah hati dan membangun hubungan yang lebih dekat dengan Yesus melalui membaca firman, berdoa dan saat teduh bersama-Nya setiap hari.
Mulailah dengan Lifestyle kita yang baru ditahun 2025. Percayalah bahwa kehadiran-Nya akan semakin terasa lebih dekat. Bagaimana seseorang dapat mengasihi Tuhan-Nya tanpa mengenal siapa Dia?
Last but not least, Mikha 6: 8. „Hai Manusia , telah diberitahukan kepadamu apa yang baik. Dan apakah yang dituntut Tuhan dari padamu: selain berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan hidup dengan rendah hati dihadapan Allahmu?“.
Kiranya kita semua dianugerahkan hati yang takut akan Tuhan dan mengasihi-Nya dengan segenap hati.
2 Februari 2025
_JPG.jpg)
Christiana Streiff

Imanku Menguatkan Kesaksianku Kepada Yesus
1 Korintus 13:4-13
Iman, pengharapan, dan kasih, di antara ketiga ini yang paling besar adalah kasih. Kasih paling besar, lebih besar dari iman dan pengharapan, karena kasih adalah Allah, dan Allah kekal adanya.
Pada saat pacaran atau setelah menikah , orang selalu berkata, “Aku mencintaimu selamanya.” Banyak anak-anak remaja juga mengucapkan kalimat ini, “Aku mencintaimu dengan cinta yang kekal.”
Apakah itu berarti mereka sudah mengerti artı kekekalan? Bahkan mereka sanggup menjamin cinta mereka akan kekal? Mengapa mereka berani berkata demikian?
Hal ini mungkin karena konsep tersebut sudah ada ketika Tuhan memberikan kehidupan kepada manusia, hidup yang dikasihi dan mengasihi. Diberkati untuk memberkati.
Hidup yang hanya menerima cinta tetapi tidak sanggup memberikan cinta, tidak akan pernah puas. Kepuasan cinta terjadi karena memberi dan menerima. Jika hanya menerima tetapi tidak memberi, juga tidak akan puas. Ketika mengasihi, kita berbagi, merasakan, dan mengalami perasaan cinta yang Tuhan berikan kepada manusia.
Di dalam 1 Korintus 13, cinta dikatakan dengan pengertian , apa yang bukan cinta, setelah itu diberi tahu apa itu cinta.
Tanpa iman, tidak ada orang yang kembali kepada Tuhan dan diterima oleh Tuhan.
Tanpa pengharapan, tidak ada orang yang mempunyai pengertian tentang janji Tuhan, khususnya dalam hidup yang kekal. Tanpa kasih, tidak ada orang yang mengerti bagaimana membagi hidupnya menjadi berkat bagi orang lain.
Iman, pengharapan, dan kasih menjadi tiga unsur yang mengisi kerohanian kita. Tanpa iman, pengharapan, dan kasih,pelayanan kita akan terasa kosong.., apalagi jika tidak berhubungan dengan firman, serta segala sesuatu yang diberikan Tuhan untuk kita.
Kembali kepada iman, adalah kembali kepada Tuhan; kemudian disambung dengan pengharapan, untuk bisa mengerti janji kekal yang Allah berikan; dan kemudian diperlengkapi dengan kasih, sehingga kita dapat menikmati persekutuan yang mengisi seluruh hidup kita dalam arti yang sesungguhnya. Hanya melalui iman, pengharapan, dan kasih, maka hidup kekristenan kita akan memiliki makna yang penuh dan jiwa yang konsisten berhubungan dengan Tuhan.
Jika tidak ada iman, kita tidak mungkin menjadi Kristen. Beriman berarti menerima dan kembali kepada Tuhan, percaya bahwa Tuhan adalah Juruselamat.
Kasih mengalahkan segala hal bahkan yang tak mungkin.
Melalui pengharapan, manusia mempunyai dunia yang akan datang. Dunia ini akan lenyap, dunia dan segala nafsunya akan berlalu. Hanya mereka yang melakukan kehendak Tuhan yang akan kekal selamanya. Yang sementara akan bersifat sementara dan terbatas. Yang kekal akan bersifat kekal dan tidak terbatas. Yang terbatas berbeda dari yang tak terbatas dan abadi. Di dalam 1 Korintus 13:8 dikatakan, “Nubuat akan lenyap, karunia lidah akan berhenti, dan pengetahuan akan lenyap, tetapi kasih akan kekal selamanya.”
Dalam tiga kebajikan ini, kasih meyakinkan kita bahwa iman dan harapan menemukan sumber mereka di dalam Tuhan, yang adalah kasih dalam hakikat-Nya. Kita bahkan dapat menyatakan bahwa iman, harapan, dan kasih bersama-sama membentuk ciri-ciri dasar orang percaya. Dengan kata lain, mereka yang dipersatukan melalui Kristus menjadikan iman akan karya Kristus sebagai pusat pengalaman religius mereka, dengan harapan akan keselamatan yang teramat agung itu, dan kasih yang mematahkan perbudakan mereka terhadap keegoisan serta mendorong mereka untuk melayani Tuhan dan orang lain.
Kesaksian dalam kehidupan, dimulai dari kebaikan Tuhan yang telah menyembuhkan putri saya, menyembuhkan luka dalam pergumulan dengan hubungan dalam keluarga serta memperkuat komunikasi antara suami dan kura putri saya dan masih banyak lagi , yang telah memproses diri saya sampai dengan hari ini, seperti salah satu bait dalam sebuah lagu,
Bagaikan bejana yang siap dibentuk, Yesus mau kita anak- anakNya berusaha dan menjadi segambar dengan DiriNya. Terutama KasihNya.
Kejadian 1:26
Pada hari terakhir dari penciptaan, Allah berkata, “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita” (Kejadian 1:26).
Matius 22, 36-39
36) "Guru, hukum manakah yang terutama dalam hukum Taurat?"
(37) Jawab Yesus kepadanya: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu.
(38) Itulah hukum yang terutama dan yang pertama.
(39) Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.
19 Januari 2025

Alfonco Sinaga

Jangan Kamu Menghakimi Supaya Kamu Tidak Dihakimi
Hukum tabur tuai kerap kita dengar dalam kehidupan rohani sehari-hari. Dalam percakapan-percakapan atau tukar pikiran sesama teman, saudara atau dalam lingkungan keluarga.
Dalam agama Hindu disebut hukum karma. Karma berasal dari bahasa Sansekerta yang bermakna «aksi» atau «perbuatan» yang dalam agama Hindu dan agama Buddha dipahami sebagai siklus sebab akibat, bahwa dalam filsafat, karma ini diartikan bahwa semua hal yang dialami manusia adalah hasil dari tindakan kehidupan masa lalu dan sekarang. Serupa dan senada juga istilah ini dikenal dalam kehidupan orang Kristen sebagai hukum tabur tuai. Siapa yang menabur benih akan menuai hasil, dalam arti perbuatan yang kita lakukan dalam prosesnya akan kembali kepada kita.
Kalau kita kembangkan lebih jauh adalah perihal menghakimi. Saya banyak menemukan sesama orang Kristen membiarkan hidupnya dalam berinteraksi dengan yang lainnya menjadi hakim satu dengan lainnya. Hakim itu sesungguhnya pekerjaan dan tugas yang sangat mulia. Itu sebabnya seorang hakim pengadilan dipakekan pakaian khusus yang disebut toga, adalah untuk mengingatkan bahwa seorang hakim tidak sama dengan khalayak ramai dalam menilai atau memutus sebuah kasus. Hakim itu haruslah memutus sebuah perkara dengan seobjektif mungkin, berdasarkan hukum-hukum yang berlaku, dan tidak boleh menafsir terlalu jauh, itu sebabnya pengadilan dapat berlangsung sangat lama, berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Hakim sangat dibutuhkan untuk mencari dan menegakkan keadilan, keadilan yang seimbang, keadilan yang tidak berat sebelah, keadilan yang dapat diterima seorang penjahat sekalipun. Seorang hakim harus sekolah bertahun-tahun agar dia punya kecakapan dalam memutus dan mengadili perkara. Bahkan saking mulianya, profesi hakim ini dianggap sebagai wakil Tuhan di dunia ini.
Namun apa yang terjadi bila sesama orang Kristen saling menghakimi. Mereka menggiring keyakinannya, mereka memaksakan keyakinannya, padahal keyakinan tersebut adalah tafsir yang tidak hitam putih. Keyakinan tersebut hanya bersumber dari sebuah doktrin gereja, lalu muncul definisi baru yang tidak tertulis tapi terpelihara sangat kuat dalam satu komunitas gereja, dan lalu keyakinan tersebut dijadikan sebagai dasar untuk menghakimi sesamanya. Sebutlah satu denominasi yang tidak lagi memakan darah hewan sebagai bumbu masak sebuah masakan, apa jadinya bila mereka menganggap denominasi gereja lain yang masih memakan darah hewan sebagai penyedap masakan adalah salah dan bakal masuk neraka? Apa yang bakal terjadi, maka terjadilah perselisihan antar sesama manusia yang sama-sama mengaku anak Tuhan.
Ada lagi faham yang mengatakan bahwa kolekte dalam satu ibadah tidak boleh dipakai untuk kebutuhan pelayanan, tapi harus disalurkan ke luar untuk pekerjaan-pekerjaan sosial di negara-negara miskin. Dan apabila ada sebuah pelayanan yang memakai kolekte untuk keperluan operasional, maka pelayanan ini dicap sesat dan rakus serta tamak terhadap uang. Pemahaman-pemahanan seperti ini sangat tidak mendasar, dan dijadikan pula sebagai panduan untuk menyerang dan menghakimi sebuah pelayanan. Seperti disebutkan di atas, kalau mau jadi hakim haruslah berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku dan sah serta diakui, bukan tafsir, bukan karena kebiasaan, bukan pula berdasarkan keyakinan apalagi hanya berdasarkan sebuah kebiasaan.
Itulah sekelumit contoh-contoh kecil dalam kehidupan pelayanan yang mungkin kita hadapi sehari-hari. Akibat terlalu banyaknya ajaran, terlalu banyaknya tokoh-tokoh sentral sebuah organisasi gereja, maka gereja saling menyerang. Bahkan ada tokoh gereja evangelis yang sanggup menyerang peristiwa bahasa roh yang terjadi pada aliran gereja kharismatik, ini kenapa bisa terjadi? Adalah karena kita mulai melangkahi posisi Tuhan. Bukankah Hakim yang sesungguhnya adalah Tuhan? Apapun yang dilakukan manusia, hanya Tuhan yang berhak menghakimi. Kita sesama manusia boleh menilai, boleh tidak setuju dengan ajaran atau praktek gereja lain, tapi jangan sampai menghakimi. Hakim itu adalah posisi yang sungguh terlalu berat untuk manusia, bahkan tidak pantas seorang manusia mendapatkan gelar hakim tersebut. Oleh sebab itu, mari kita hormati Tuhan sebagai Hakim yang sesungguhnya, dan jangan pernah ingin mengambil atau memerankan posisi tersebut apalagi mengatasnamakan Tuhan meskipun ketokohan kita dianggap atau dipandang lebih hebat atau lebih terhormat dari orang lain. Sehebat-hebatnya hubungan seseorang dengan Tuhan tapi itu tidak berarti dia dikasih wewenang untuk menghakimi sesamanya terlebih sesama anak Tuhan. Sebab siapa yang menghakimi suatu saat akan dihakimi.
Matius 7 : 1-5
1 “Janganlah kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi.”
2 “Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu.”
3 “Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui.”
4 “Bagaimanakah engkau dapat berkata kepada saudaramu: Biarlah aku mengeluarkan selumbar itu dari matamu, padahal ada balok di dalam matamu.”
5 “Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu.”
Amin
05 Januari 2025

Vivianne Studler

Mulailah Untuk Mengakhiri Dan Akhirilah Untuk Dapat Memulai Yang Baru …
Terimakasih dan puji syukur kepada Tuhan untuk tahun 2024 yang baru saja berlalu, terimakasih untuk setiap rangkaian cerita kehidupan yang terangkai menjadi sebuah episode yang boleh tercipta di tahun 2024.
Dengan penuh sukacita, semangat, pengharapan dan ucapan syukur saya memasuki tahun 2025 ini dengan mengharapkan dan mengandalkan tuntunan Tuhan semata.
Bermula dari 5 tahun yang lalu, tepatnya 6 November 2019, saat Tuhan ijinkan saya menjalani operasi pengangkatan payudara sekaligus rekonstruksi pada payudara sebelah kanan yang tentu saja tidak pernah terlintas dalam benak saya.
Operasi yang memakan waktu selama 8 jam dapat terlaksana dengan baik, semua hanya karena kemurahan Tuhan semata.
Setelah operasi selesai dan memasuki masa rehabilitasi, dokter menyarankan untuk mengkonsumsi obat penyetop hormon selama 5 tahun, yang tebagi dalam 2 jenis obat, yaitu Tamoxifen (selama 3 tahun pertama) dan Arimidex (selama 2 tahun terakhir).
Seperti yang telah dijelaskan oleh dokter, dengan mngkonsumsi obat ini tentu saja ada efek sampingan yang akan dirasakan seperti mual, nyeri persendian dan tulang, naiknya berat badan, osteoporose, bisa juga menimbulkan depresi dan sebagainya.
Tentu saja reaksi yang dialami setiap pasien tidaklah sama.
Setiap hari selama 5 tahun terakhir saya mengkonsumsi obat-obatan ini dan sebelum mengkonsumsinya saya selalu memberkati obat tersebut dan mengucap syukur.
Selalu saya perkatakan, bahwa obat yang masuk dalam tubuh saya itu adalah darah Kristus sendiri yang mengalir dan memberikan kesembuhan, kepulihan serta kekuatan bagi saya dan obat-obatan ini pun dapat bekerjasama dengan baik di dalam tubuh saya.
Mulai tanggal 1 Januari 2025 ini, tidak terasa masa 5 tahun itu telah berlalu dan dengan penuh sukacita dan harapan, saya mengucap syukur kepada Tuhan yang telah menolong dan memampukan saya selama 5 tahun terakhir mengkonsumsi semua obat tersebut dan dengan penuh ucapan syukur saya boleh berkata bahwa «saya baik-baik saja».
Hasil test/pemeriksaan tulang menunjukkan hasil yang positif, tidak ada yang perlu dikuatirkan dengan tulang saya begitu juga dengan organ lainnya.
Perasaan depresi pun tidak pernah muncul selama mengkonsumsi obat-obatan tersebut.
Tentu saja meningkatnya berat badan memang bukan hal yang menyenangkan bagi saya 😊, tapi saya melihat hal ini dari kacamata yang lain dan saya tetap mensyukurinya.
Setiap masalah, ada masa kadaluarsa
masalah itu biasa … Tuhan yang luar biasa!
Kita tidak perlu gelisah, karena kita percaya bahwa Tuhan itu setia.
Cuplikan sebuah lagu rohani yang nyata benar menunjukkan bahwa setiap ujian yang Tuhan ijinkan terjadi dalam kehidupan kita pasti ada masanya dan tidak akan melebihi kekuatan kita.
Hal ini membuat saya semakin sadar bahwa segala sesuatu ada masanya dan saya tidak mau menjalani kehidupan saya yang singkat ini dengan sembarangan, tapi saya mau menjalani setiap proses yang ada dalam kehidupan di dalam kebenaran.
Yeremia 29: 11-12
Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada padaKu mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.
Dan apabila kamu berseru dan datang untuk berdoa kepada-Ku, maka Aku akan mendengarkan kamu …
Mazmur 100: 4
Masuklah melalui pintu gerbang-Nya dengan nyanyian syukur, ke dalam pelataran-Nya dengan puji-pujian, bersyukurlah kepada-Nya dan pujilah nama-Nya.
Sekalipun kita belum mengetahui apa yang ada di depan kita, tapi kita yakin dan percaya bahwa Tuhan adalah setia dan Firman-Nya adalah jaminan bagi kita, seperti yang tertulis dalam Ulangan 31, 6
“Kuatkan dan teguhkanlah hatimu, janganlah takut dan jangan gemetar karena mereka, sebab Tuhan, Allahmu, Dialah yang berjalan menyertai engkau; Ia tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau.”
Di kesempatan awal tahun in, saya ingin mengajak teman-teman, dan memotivasi kita semua untuk memasuki dan menjalani tahun 2025 ini bersama Tuhan, mengijinkan Tuhan berjalan di depan kita memasuki tahun ini dan mendampingi perjalanan kita selama tahun 2025 ini, melewati setiap musim kehidupan kita dengan ucapan syukur dan menjadi pribadi yang lebih baik dan lebih kuat dari waktu sebelumnya.
Tidak perlu memikirkan siapa yang lebih baik dari kita
Tidak perlu mengikuti kompetisi apapun
Pertandingan kita adalah melawan diri kita sendiri setiap hari
Tantang batas kemampuan kita untuk mendapatkan yang terbaik dari diri kita
Kita tahu dari mana kita berasal dan kita tahu ke mana kita akan pergi
Karena itu kita harus terus berjuang
Tetapi tidak untuk menjadi lebih baik dari orang lain
Melainkan untuk menjadi lebih baik dari diri kita yang dulu
Dengan pertolongan Tuhan, kita akan mampu ….


